Omnibus Law yang diusulkan pemerintah kepada DPR RI yakni, RUU Cipta Kerja, Omnibus Law Perpajakan, Omnibus Law Kota Baru, dan Omnibus Law Kefarmasian. Omnibus Law Cipta Kerja mencakup 11 klaster yang diantaranya adalah
- Penyederhanaan perizinan,
- Persyaratan investasi,
- Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM,
- Dukungan riset dan inovasi,
- Ketenagakerjaan
- Pengenaan sanksi,
- Kawasan ekonomi,
- Kemudahan berusaha
- Pengadaan lahan,
- Investasi dan proyek pemerintah,
- Administrasi Pemerintahan
Sementara itu, Omnibus Law perpajakan mencakup,
- Pendanaan Investasi
- Sistem Teritori
- Subjek Pajak Orang Pribadi
- Kepatuhan Wajib Pajak
- Keadaan Iklim Berusaha
- Fasilitas
Dampak Omnibus Law yang Dianggap Merugikan Pekerja

Berikut isi Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap merugikan pekerja!
- Terkait upah minimum
Dalam pasal 88C draft RUU berbunyi, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa upah minimum tersebut merupakan minimum provinsi. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2005, penetapan upah dilakukan di provinsi serta kabupaten/kota/ Sehingga menetapkan UMP sebagai satu-satunya acuan besar nilai gaji. - Memangkas pesangon
Pemerintah akan memangkas pesangon yang diwajibkan pengusaha jika melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Nilai pesangon bagi pekerja turun karena pemerintah mengganggap aturan yang ada pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak implementatif. - Penghapusan izin atau cuti khusus
RUU Cipta kerja mengubah ketentuan cuti khusus atau izin yang tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Penghapusan izin atau cuti khusus antara lain untuk cuti atau tidak masuk saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia. - Outsourcing semakin tidak jelas
Omnibus law membuat nasib pekerja alih daya atau outsourcing semakin tidak jelas karena menghapus pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang pekerja outsourcing. Adapun Pasal 64 UU Ketenagakerjaan berbunyi; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 mengatur; (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Ayat (2) mengatur; pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung. - Memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja tanpa batas waktu
Omnibus law cipta kerja akan memberikan ruang bagi pengusaha mengontrak seorang pekerja atau buruh tanpa batas waktu. RUU Cipta Kerja ini menghapus ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur tentang aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PKWT hanya boleh dilakukan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
Dampak Omnibus Law yang Dianggap Merugikan Perempuan

DPR RI bersama pemerintah akhirnya sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Kesepakatan itu diambil melalui hasil rapat paripurna sore ini.
Padahal RUU tersebut dianggap masih belum sempurna dan justru dapat merugikan masyarakat. Salah satunya kaum perempuan.
Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Perempuan, Arieska Kurniawaty, mengatakan setidaknya ada 5 catatan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa mengancam kedaulatan perempuan.
Pertama, RUU ini dianggap sebagai langkah mundur dari komitmen pemerintah untuk analisis gender dalam lingkungan melalui Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan KLHS (Kajian Lingkup Strategis).
Baca Juga: Diwarnai Bakar Ban, Massa ARB Tolak Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja
"Dalam peraturan menteri dan menyebutkan secara jelas perempuan sebagai salah satu kelompok kepentingan yang harus dilibatkan dalam konsultasi AMDAL dan KLHS itu dianulir sendiri oleh pemerintah melalui regulasi ini," kata Arieska dalam diskusi daring yang digelar, Senin (5/10/2020).