Relawan Pengurus Pasien Covid-19 Miliki Banyak Tantangan, Ini Suka Dukanya

Sabtu, 07 November 2020 | 16:19 WIB
Relawan Pengurus Pasien Covid-19 Miliki Banyak Tantangan, Ini Suka Dukanya
Milly dan Wina, relawan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. (Dok : Kemensos)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Setelah asesmen melalui telepon, rata-rata penyintas batal menempati shelter sementara, karena mereka tidak lagi merasa ragu untuk kembali ke rumah,” kata Milly.

Salah satu tantangan terbesar pekerja sosial dalam memberikan LDP di masa pandemi Covid-19 adalah stigma sosial yang tidak hanya dikaitkan dengan pasien maupun penyintas, tetapi juga relawan medis dan non medis yang terjun langsung menangani dampak Covid-19.

“Stigma sosial disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakpahaman seseorang, terlepas dari level pendidikan maupun profesinya, sehingga diperlukan adanya edukasi dan pemahaman tentang pandemi Covid-19,” ujar Milly.

Padahal, kata Milly, proses untuk menjadi relawan di RSDC Wisma Atlet cukup ketat.

Relawan medis dan non medis wajib negatif Covid-19, maka kami diharuskan mengikuti medical check-up sebelum dan sesudah bertugas di Wisma Atlet. Saat bertugas, kami juga harus selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan mematuhi protokol kesehatan,” jelas Milly.

Dalam memberikan dukungan psikososial, pekerja sosial RSDC Wisma Atlet juga menghadapi berbagai tantangan di lapangan.

“Kemampuan kami diasah saat berhubungan langsung dengan penyintas. Ketika melalui proses dalam memecahkan kendala, itu menjadi sebuah pola yang biasa dan rutin dijalankan. Rasa takut dan was-was dalam menjaga imunitas tubuh juga sering dirasakan, namun profesionalitas dalam bekerja membuat kami dapat menyelesaikan tugas dengan baik,” ungkap Wina.

Lantas, siapa yang pantas disebut sebagai pahlawan di masa pandemi ini? Milly dan Wina memiliki pendapat yang sedikit berbeda.

“Pahlawan paling utama di masa pandemi adalah tenaga medis yang berjuang langsung di titik episentrum penanganan Covid-19. Secara statistik, banyak korban meninggal akibat Covid-19 berasal dari tenaga medis. Selain itu, tim pendukung tenaga medis seperti tim logistik, relawan non medis, edukator masyarakat, satgas penanganan Covid-19 level nasional maupun daerah, juga patut disebut sebagai pahlawan karena tanpa dukungan mereka, penanganan dampak Covid-19 tidak akan berjalan maksimal,” ujar Milly.

Baca Juga: Kemensos Salurkan Bantuan Program Keserasian Sosial dan Kearifan Lokal

Lain halnya dengan Wina. Ia memilih mengurus para penyintas Covid-19 dan orang-orang yang merangkul penyintas Covid-19 dengan tangan terbuka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI