Meski tidak sampai berguling-guling di lantai dengan linangan air mata seperti rekan-rekan mereka dari Cina, para pelayat di Semenanjung Mani di Yunani berpakaian hitam, sering kali mengenakan kerudung bersulam rumit.
Ada nuansa teatrikal dan keindahan yang terpahat memancar dari mereka. “Ini adalah gagasan tentang tubuh dan emosi yang bersatu untuk menggambarkan kematian," ujar Sakellaraki.
"Para perempuan ini nyaris seperti agen kematian dalam komunitas ini; mereka diwajibkan tampil dan menjalankan sesuatu dengan cara tertentu."
Kehadiran dan senandung para perempuan moirolog ini memungkinkan anggota keluarga almarhum untuk sepenuhnya membiarkan emosi mereka mengalir dan mengungkapkan kesedihan, alih-alih menyimpannya di dalam. (ae/vlz)
