FDA juga dilaporkan akan ikut menyelidiki kasus tersebut.
“Sampai proses itu selesai, kami merekomendasikan penangguhan dalam penggunaan vaksin ini, demi kehati-hatian,” kata Anne Schuchat, wakil direktur utama CDC, dan Dr. Peter Marks, direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologi FDA, dalam sebuah pernyataan bersama.
Tidak hanya di AS, pada pekan lalu Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) juga telah meluncurkan peninjuan terhadap kemungkinan hubungan antara vaksin J&J dengan pembekuan darah.
Peninjauan dilakukan menyusul laporan empat kasus serius “pembekuan darah yang tidak biasa” pascavaksinasi dengan COVID-19 Janssen, demikian disampaikan EMA pada Jumat (09/04, merujuk pada nama anak perusahaan Johnson & Johnson di Eropa.
Komite EMA akan memutuskan apakah tindakan pengaturan lebih jauh diperlukan atau tidak.
Hal ini mungkin berarti pembaruan informasi produk, seperti yang dilakukan dengan AstraZeneca.
UE telah menyetujui penggunaan vaksin J&J pada Maret 2021, tetapi negara-negara anggota UE belum mulai menggunakannya.
UE memesan 200 juta dosis vaksin J&J pada tahun 2021, cukup untuk hampir setengah dari populasi Eropa.
Sementara Inggris memesan 30 juta dosis, tetapi regulator negara belum menyetujui penggunaannya. Afsel ikut tunda penyuntikan vaksin Afrika Selatan mengikuti jejak AS dengan memutuskan penangguhan peluncuran suntikan vaksin J%J.
Baca Juga: Curhat Perempuan Alami Pembekuan Darah Usai Divaksin Johnson & Johnson
Penundaan ini tak pelak semakin menunda program kampanye vaksin yang sejatinya sudah lamban di negara tersebut.
Afrika Selatan sejauh ini dilaporkan hanya menyuntikkan vaksin J&J bagi warganya.
Sementara EMA mengatakan pihaknya terus melakukan penyelidikan mandiri atas kasus pembekuan darah yang terjadi, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau justru mengatakan kepada wartawan bahwa negaranya masih mengharapkan pengiriman pertama vaksin tersebut pada akhir bulan. gtp/hp (AFP, AP, Reuters)
