Suara.com - Wacana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sempat menjadi diskursus atau perbincangan banyak pihak.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut dihadirkannya PPHN tidak harus sama format hingga isinya seperti GBHN.
Bamsoet mengatakan, dalam rangka menghadirkan PPHN bisa memadukan warisan-warisan dari berbagai rezim pemerintahan dari mulai Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi.
"Dalam rangka menghadirkan PPHN, kita bisa memadukan warisan-warisan positif dari berbagai rezim pemerintahan selama ini dengan tata kelola kepemimpinan. Baik, Orde Lama, Orde Baru, maupun orde reformasi yang visioner," kata Bamsoet dalam FGD MPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/10/2021).
Ia mengatakan, penyusunan PPHN nantinya bisa dilakukan dengan memadukan pendekatan deduktif dan indikatif. Menurutnya, pendekatan deduktif diperlukan, terutama dalam menyusun prinsip-prinsip direktif yang bersifat ideologis.
"Sementara pendekatan induktif diperlukan untuk menyusun prinsip-prinsip direktif yang bersifat strategis teknokratis. Dengan jalan menampung aspirasi arus bawah melalui Musrenbang (musyawarah rencana pembangunan)," tuturnya.
Lebih lanjut, Politisi Partai Golkar ini menyampaikan, dengan begitu rencana pembangunan negara bisa pas dan sesuai dengan nilai-nilai penuntun.
Ia menegaskan, bentuk penetapan secara hukum dihadirkannya PPHN ini tidak cukup dengan Undang-Undang. Pasalnya, jika begitu akan sangat mungkin dihalau dengan Peraturan Pengganti Undang-Undang hingga diajukan Uji Materi atau Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Yang penting, secara substansial haluan negara harus mengandung kaidah penuntun yang berisi arahan-arahan dasar yang bersifat ideologis dan strategis," tandasnya.
Baca Juga: G30S PKI, Fakta Pemimpin PKI DN Aidit: Militan Hingga Pandai Berkampanye
UUD 45 Bukan Kitab Suci
Sebelumnya, Bamsoet mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan kitab suci.
Sehingga kata Bamsoet bukan hal tabu jika ada amandemen untuk melakukan penyempurnaan. Sebabnya, menurut Bamsoet konstitusi akan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan zaman.
"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan. Secara alamiah, konstitusi akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya," kata Bamsoet dalam pidato memperingati Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR, Rabu (18/8/2021).
Bamsoet sekaligus menyampaikan bahwa saat ini MPR mendapati adanya aspirasi masyarakat untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Aspirasi itu yang kemudian direspons MPR untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945.
"Saat ini sedang ditunggu masyarakat, yaitu berkaitan dengan adanya arus besar aspirasi yang berhasil dihimpun MPR, yaitu kehendak menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara," ujar Bamsoet.