"Ini yang saya lihat dalam konteks peranan Indonesia. Indonesia sangat menunjukkan kearifannya."
"Pertama, walaupun mereka angkat kaki dari Timor Leste dengan rasa sakit hati, tapi mereka tidak pernah melupakan Timor Leste, apalagi membuat provokasi instabilitas di daerah perbatasan."
"Ini menunjukkan, masyarakat yang berhati baik, rasa tanggungjawabnya yang tinggi. Salain itu, mereka melakukan perubahan untuk membantu Timor Leste."
Presiden Indonesia saat itu, Gusdur, menulis surat pada semua universitas di Tanah Air, untuk menerima anak-anak Timor Leste yang ingin melanjutkan studi di Indonesia.
Tak hanya itu, Gusdur juga meminta semua universitas tidak mengikuti standar internasional, tapi menyamaratakan pembayaran uang pendidikan warga Timor Leste seperti mahasiswa Indonesia.
"Dalam konteks ini, saya melihat sejak dulu hingga sekarang ke depan, peranan organisasi NU dan Muhammadiyah penting sekali."

Ramos Horta sebelumnya pernah mengajukan NU dan Muhammadiyah pada tahun 2019, namun gagal. Kali ini, ia kembali menominasikan dua organisasi ini dengan sedikit tekanan agar Komite Nobel membuka matanya pada Indonesia.
Untuk diketahui, Ramos Horta yang menerima Nobel Perdamaian 1996 bersama Uskup Belo ini selalu berhasil mencalonkan pemenang Nobel Perdamaian sebelumnya.
Sebut saja diantaranya Muhammad Yunus, pakar ekonomi dan pendiri Bank Grameen dari Bangladesh (2006), mantan Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung(2000).
Baca Juga: Peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai Nikah di Birmingham, Digelar secara Sederhana
Presiden Amerika Serikat ke-39 James Earl Carter, Jr (Jimmy Carter) yang selalu gagal meskipun dicalonkan selama 20 tahun, langsung berhasil ketika dicalonkan oleh José Ramos Horta pada 2002.