Keputusan Biden awalnya dibuat untuk menjawab ancaman tragedi kemanusiaan di Afganistan, tekanan Taliban untuk pengakuan diplomatik dan dorongan keluarga korban 9/11 untuk mencari keadilan.
Adapun aset milik Afganistan kebanyakan berasal dari aliran bantuan luar negeri untuk pemerintahan lama yang kini telah digantikan Taliban.
Sebabnya sejak tahun lalu, dana tersebut diparkir di brankas milik Bank Sentral di New York. Taliban mengklaim berhak atas aset tersebut karena berstatus sebagai pewaris resmi pemerintahan lama Afganistan.
Namun menyusul krisis ekonomi dan ancaman bencana kelaparan, Washington mencari cara untuk menyalukan dana sebesar USD 3,5 miliar langsung kepada warga Afganistan, tanpa melalui Taliban.
Biden dikritik karena menempatkan isu kemanusiaan di Afganistan berkonflik dengan isu keadilan bagi korban serangan 9/11.
Keluarga korban serangan 9/11 hingga kini masih memperjuangkan dana kompensasi dari Al-Qaeda dan pihak lain yang bertanggungjawab.
Dalam gugatannya, mereka memenangkan putusan pengadilan yang menyebut Taliban ikut bertanggungjawab karena menampung al-Qaida di wilayahnya.
Dengan keputusan Biden, keluarga korban punya kesempatan melayangkan gugatan untuk mengakses aset Afganistan yang dibekukan.
Bagi Taliban, hal ini akan "merusak hubungan AS dengan bangsa Afganistan.” "Bebaskan harta Afganistan tanpa syarat!” lanjut Taliban dalam keterangan persnya. rzn/as (ap,dpa)
Baca Juga: Taliban Izinkan Mahasiswi Kembali ke Kampus, 'Saya Sangat Cemas Kuliah'
