Ini adalah kemenangan mayoritas sejak revolusi 1986 yang menggulingkan kediktatoran dua dekade mendiang ayah Bongbong.
"Saya kecewa, marah, dan sedih," kata Vince de Guzman, 20 tahun.
Namun, mahasiswa Sydney telah bersumpah untuk tidak berkecil hati.
"Saat kami, para pemuda, merasa putus asa, saat itulah kami benar-benar kalah. Kami semua tahu bahwa perjuangan untuk Filipina yang lebih baik tidak akan pernah berakhir," katanya kepada ABC.
Beberapa ribu pengunjuk rasa, terutama kaum muda, berunjuk rasa di luar markas komisi pemilihan umum di Manila setelah hasil awal perolehan suara diumumkan.
Pada Rabu (11/05) petang di Federation Square Melbourne, digelar sebuah aksi bertajuk "Tidak untuk Marcos-Duterte 2022" yang mengutuk apa yang disebut penyelenggara aksi sebagai "tandem fasis."
"Bongbong Marcos dan Sara Duterte pasti akan melanjutkan warisan mengerikan ayah mereka dari pelanggaran hak asasi manusia yang masif, pencurian dan penjarahan," kata kelompok advokasi Anakbayan Melbourne.
Pendukung Bongbong menolak narasi diktator
Ribuan penentang Marcos senior mengalami penganiayaan selama era darurat militer tahun 1972-1981 yang brutal, dan nama keluarga Marcos menjadi identik dengan penjarahan, kronisme, dan kehidupan mewah, setelah miliaran dolar kekayaan negara menghilang.
Namun, keluarga Marcos menyangkalnya – dan begitu juga banyak pemilih Filipina saat ini.
Baca Juga: Profil Bongbong Marcos Jr, Presiden Terpilih Filipina Anak Ferdinand Marcos Sang Diktator
Faye Faustino hidup di bawah pemerintahan Marcos senior di Filipina, tetapi percaya bahwa masa itu adalah masa yang "sangat, sangat baik."