Suasana Sunyi dan Tegang Selimuti Gaza Setahun Selepas Perang

Jum'at, 13 Mei 2022 | 15:04 WIB
Suasana Sunyi dan Tegang Selimuti Gaza Setahun Selepas Perang
DW

Rola Dahmann, mahasiswa di Kota Gaza, mengatakan perang itu seolah-olah baru saja kemarin terjadi. Gedung apartemen yang ia tinggali bersama keluarganya telah hancur.

Mereka mengungsi ketika perang meletus. "Ketika pergi, kami tidak membawa apa-apa. Kejadiannya sebelum Idul Fitri, dan tiba-tiba, semuanya hilang," kata Rola Dahmann lewat sambungan Skype dari Kota Gaza.

Kota ini sendiri masih tertutup bagi pers dan lainnya sebagai akibat serangan yang baru-baru ini terjadi.

Ayahnya masih harus membayar hipotek untuk rumah yang kini sudah tidak ada lagi, dan harus melakukan dua pekerjaan untuk menutup pembayaran tersebut.

Selama perang, serangan udara dan tembakan artileri Israel telah menghancurkan atau merusak ratusan unit rumah. Di Kota Gaza, beberapa bangunan tinggi telah rata dengan tanah dan beberapa jalan utama rusak. Setahun kemudian, upaya rekonstruksi daerah-daerah kantong yang diblokade masih berjalan lambat.

Namun puluhan ribu ton puing telah dibersihkan dan didaur ulang untuk memperbaiki jalan, menurut angka dari Badan Pembangunan PBB (UNDP).

Meskipun belum ada kemajuan nyata dalam mediasi menuju gencatan senjata jangka panjang, situasi 'tenang' seperti ini relatif stabil dalam setahun terakhir, menurut Mkhaimar Abusada, profesor ilmu politik di Universitas Al-Azhar di Gaza.

Pada tahun 2021, pemerintah Israel mulai melonggarkan sejumlah restriksi pergerakan dan mengizinkan sekitar 12.000 warga Gaza untuk bekerja di Israel. Abusada menyebut langkah ini "belum pernah terjadi sebelumnya."

"Sejak melepaskan diri dari Jalur Gaza pada musim panas 2005, Israel telah menutup pintu bagi pekerja Palestina untuk bekerja di Israel."

Baca Juga: Israel Larang Menteri Belgia Masuk Jalur Gaza

Khawatir meletusnya konflik baru Karena masalah keamanan, selama lebih dari 15 tahun pergerakan orang dan barang masuk dan keluar Gaza dikontrol ketat oleh Israel, dan sebagian oleh Mesir. Kelompok Hamas yang menguasai wilayah terpencil itu dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Eropa.

Kekerasan yang sering terjadi dengan Israel dan perpecahan politik di antara orang-orang Palestina telah memakan korban dalam kehidupan sehari-hari di Jalur Gaza. Ketegangan baru-baru ini mengkhawatirkan Rola Dahmann dan saudara perempuannya Lina.

Keduanya termasuk generasi muda Gaza yang telah mengalami empat perang besar dan beberapa putaran eskalasi militer.

Ketakutan akan pecahnya konflik dan kekerasan baru dengan Israel selalu ada di benak mereka. Tidak ada tempat berlindung di Gaza, dan tidak ada tempat lain untuk pergi pada saat krisis. "Kami tidak merasa aman," kata Lina.

"Kami masih merasakan apa yang terjadi tahun lalu," tambah Rola. "Dan saya takut peristiwa itu akan terjadi lagi." (ae/yf) Hazem Balousha turut melaporkan dari Kota Gaza

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI