Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas turut mengomentari insiden pembubaran itu.
Pria yang akrab dipanggil Gus Yaqut tersebut menilai bahwa pembubaran tersebut adalah hal yang tidak perlu. Ia menegaskan bahwa perseteruan administratif yang menjadi latar belakang pembubaran tersebut baiknya diselesaikan secara musyawarah.
"Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan. Jika ada permasalahan, semestinya diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan para pihak yang bertanggung jawab dalam memelihara kerukunan. Tidak perlu ada aksi pembubaran atau pelarangan," kata Yaqut dalam keterangannya, Selasa (21/2).
Kecaman dari para politisi
Isu pembubaran tersebut juga menyita perhatian sejumlah politisi, salah satunya Wasekjen bidang Kebhinekaan dan Umat Beragama DPP PSI, Mary Silvita.
“Persekusi terhadap kegiatan ibadah adalah perbuatan pidana. Setiap warga negara dilindungi haknya untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing oleh konstitusi negara Republik Indonesia. Oleh karena itu seharusnya tidak boleh ada lagi kejadian pembubaran kegiatan ibadah atas dasar apa pun,” ujar Mary kepada awak media, Senin (20/2/2023).
Sosok pegiat media sosial Jhon Sitorus juga mengkritisi langkah kepolisian yang tidak menindak tegas pelaku pembubaran dan memilih menyelesaikan dengan cara mediasi.
"Selamat siang sobat Polri, menyikapi serta menanggapi masalah yang terjadi di GKKD (Gereja Kristen Kemah Daud), sudah diselesaikan dengan berdialog secara damai," jelas Humas Polda Lampung seperti dikutip Suara.com, Selasa (21/2/2023).
Sontak Jhon menanggapi rilis Polda Lampung sebagai bentuk standar ganda.
Baca Juga: Ketua RT Bubarkan Ibadah di Gereja Hanya Gelitikan Politik Jelang Pemilu?
"Kalo KRISTEN yang DIPERSEKUSI cukup DIALOG selesai masalah Kalo agama tertentu yg dipersekusi sampe DEMO BERJILID2 polisi pun ladenin hingga korbankan anggota Standar ganda yang MEMALUKAN. Ngaku penegak hukum tapi TAKUT sama mayoritas," ujar Jhon via akun Twitternya.
Kontributor : Armand Ilham