Berdasarkan hasil diskusi dengan Komisi VII DPR RI, pihak Pertamina mengaku sudah melakukan penggantian sistem perlindungan terhadap petir secara bertahap. Namun, patut digarisbawahi bahwa belum seluruh alat-alat yang ada sudah diganti.
Diah menilai bahwa pemeliharaan maupun perawatan infrastruktur yang ada di kawasan depo itu harus mendapatkan perhatian serius.
Karena itu, Anggota dari Fraksi PKS tersebut menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh untuk meningkatkan upaya pemeliharaan dan perawatan infrastruktur. Dirinya tidak menampik perlu merogoh kocek yang agak dalam untuk melakukannya.
Akan tetapi, ia menilai sudah sepatutnya pihak Pertamina juga memikirkan anggaran yang cukup besar dari tingginya keuntungan yang diperoleh untuk peningkatkan keamanan infrastruktur.
"Ya, karena ini membutuhkan safety yang sangat tinggi gitu. Ya, kalau misalkan pipanya itu berkarat gitu, ya, atau misalnya sambungannya sudah mulai ada kebocoran dan lain-lain, ini harus segera ditangani," katanya.
Diah juga memberikan perhatian pada manajemen Pertamina, khususnya untuk pengawasan di lapangan. Ia menganggap bahwa pengawasan di lapangan pemeriksaan ataupun kecermatan dalam pemeriksaan mau tidak mau menjadi kewajiban yang diterapkan oleh Pertamina.
"Ya, boleh jadi memang sebetulnya di Pertamina kan diterapkan satu standar prosedur yang safety yang tinggi. Nah, ini tidak boleh terjadi kelalaian," pintanya.
Sementara itu, pengamat ekonomi energi, Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi melihat petir kerap menjadi kambing hitam sebagai penyebab dan pemicu ledakan.
Hal itu diperparah dengan minimnya sistem keamanan yang dibuat oleh pihak Pertamina sehingga tidak bisa mencegah dampak dari adanya petir tersebut.
"Menurut prediksi saya, sistem keamanan yang dipakai Pertamina sangat buruk dan di bawah standar keamanan internasional. Mestinya ada begitu tersulut api, ada mekanisme berjenjang yang bisa mencegah api tidak menjadi besar," tutur Fahmy.
Fahmy menilai Indonesia perlu mempelajari sistem keamanan zero accident (nol kecelakaan) yang berlaku di Eropa dan Amerika. Di negara-negara yang ada di dua benua itu, sangat jarang terjadi ledakan atau kebakaran depo.
"Karena mereka menerapkan keamanan yang bagus. Kalau sering kebakaran, di Depo Plumpang sudah tiga kali, maka saya simpulkan keamanan Pertamina sangat buruk," tegasnya.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto juga melihat, Kementerian BUMN lebih menekan soal keuntungannya saja ke Pertamina. Sementara perihal keamanan masih luput, mengingat kejadian kebakaran pada Maret 2023 bukan kali pertama terjadi di kawasan Pertamina.
Ia melihat ada ketidakseimbangan antara keuntungan yang diterima dengan perawatan infrastruktur di area depo.
"Seharusnya anggaran dan SDM perawatan ini dialokasikan cukup untuk menangani fasilitas Pertamina secara nasional," tuturnya.
Mulyanto menganggap kalau peristiwa kebakaran yang terjadi harus menjadi perhatian serius dari Pertamina. Bagaimana tidak, sudah enam kali kebakaran terjadi sejak 2021, jika dihitung, hampir tiap tiga bulan sekali terjadi musibah di area Pertamina.