Di masa Orde Baru, Bank Yama memiliki perkembangan dinamis sebelum akhirnya amburadul saat memasuki tahun 1995. Tepatnya pada Oktober 1995, Bank Indonesia (BI) memberi sinyal ada masalah di tubuh bank Yama namun tidak dibocorkan secara pasti permasalahannya.
Barulah setelah Soeharto lengser, terungkap bahwa Bank Yama memberikan pinjaman besar kepada stasiun TV milik Tutut sendiri yakni TPI yang tidak diketahui pasti berapa nominalnya. Namun yang jelas usai terjadi peminjaman, Bank Yama dirundung masalah.
Alhasil BI menunjuk Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai penuntun pembenahan di tubuh Bank Yama. Sayangnya upaya pertolongan itu sia-sia karena Bank Yama tetap terbelit jeratan masalah.
Ketika Bank Yama di tepi jurang itulah, Sudono Salim diminta turun tangan untuk menstabilkan bank milik Keluarga Cendana itu pada Mei 1997. Sudono Salim pengusaha terkaya di Indonesia yang memiliki Indofood dan bank swasta terbesar Bank Central Asia (BCA).
Selain dimiliki oleh Salim, BCA juga dimiliki oleh Tutut dengan porsi 30 persen saham. Lewat BCA itulah, tangan dingin Salim mengurusi Bank Yama.
Awalnya langkah penyelamatan oleh Salim itu cukup berhasil karena tidak terjadi penarikan uang besar-besaran (rush money) oleh nasabah Bank Yama selama periode krisis.
Namun seiring waktu dan krisis yang kian parah, seluruh upaya itu tidak berhasil karena dana yang dikeluarkan BCA seperti hanya untuk menutupi lubang-lubang saja.
Hingga akhirnya 10 bulan setelah Soeharto lengser yakni tepat pada 13 Maret 1999, pemerintah memutuskan menutup Bank Yama, satu dari 37 bank swasta nasional yang juga bernasib sama karena dianggap berkinerja buruk. Penutupan itulah yang kemudian menjadi polemik di masa kini oleh Jusuf Hamka.
Klaim Jusuf Hamka adalah sebelum ditutup pemerintah, CMNP sebetulnya memiliki deposito di Bank Yama. Namun perusahaan Jusuf Hamka itu tidak mendapatkan ganti atas depositonya oleh pemerintah.
Baca Juga: Soal Utang Jusuf Hamka, Sri Mulyani: Kita Pelajari Betul Secara Teliti
Kontributor : Trias Rohmadoni