Suara.com - Sejak milisi Suriah menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad pada 8 Desember, pasukan Israel telah meningkatkan serangan ke negara tersebut dan melanggar wilayah yang sebelumnya merupakan zona demiliterisasi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pada awal Desember bahwa kesepakatan pemisahan pasukan Israel dan Suriah di Dataran Tinggi Golan tidak lagi berlaku karena militer Suriah telah meninggalkan posisinya setelah penggulingan rezim Assad.
Berikut adalah perkembangan terkini mengenai Suriah yang kini dipimpin oleh pemerintahan sementara:
Reformasi Ekonomi
Pelaksana tugas Menteri Perdagangan Suriah, Maher Khalil al-Hassan, menyebutkan bahwa pemerintahan sementara Suriah memiliki cadangan strategis barang kebutuhan pokok yang cukup untuk lima hingga enam bulan ke depan.
Dia menambahkan bahwa otoritas berencana merevisi regulasi dan mengurangi pajak impor untuk menghidupkan kembali pasar domestik.
Menurutnya, pendekatan ekonomi yang lebih bebas dan pencabutan batasan terhadap komoditas penting dapat membantu menurunkan biaya.
Pemerintahan saat ini juga tengah mempertimbangkan serangkaian reformasi, termasuk kenaikan upah hingga 400 persen dan penghapusan subsidi terhadap beberapa barang strategis, dengan tujuan untuk meliberalisasi ekonomi dan meredakan pengambilan untung yang berlebihan.
Keterlibatan Uni Eropa
Ketua Dewan Eropa, Antonio Costa, mengungkapkan bahwa Uni Eropa (EU) akan memperkuat keterlibatan diplomatik di Suriah pascapemerintahan Assad.
EU telah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak terkait di lapangan, pemerintah baru, dan pihak lain di kawasan, serta berencana untuk meningkatkan kehadiran diplomatiknya di Damaskus.
Baca Juga: Rudal Yaman Lolos, Tel Aviv Hancur - Sirene 'Mengaung' di Seluruh Israel
Costa menyatakan bahwa EU bertujuan untuk "mempertahankan kedaulatan Suriah dan memastikan penghormatan terhadap hak asasi manusia." Dia menambahkan bahwa kelompok negara Eropa tersebut sedang mengirimkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan ke Suriah.
Ketua Komisi EU, Ursula von der Leyen, menyatakan bahwa Eropa akan berperan dalam mendukung Suriah selama masa kritis menuju pembentukan pemerintahan baru setelah 13 tahun perang saudara.
Uni Eropa merupakan donor terbesar bagi Suriah, dengan total bantuan kemanusiaan mencapai lebih dari 160 juta euro (sekitar 2,7 triliun rupiah) tahun ini.
Penempatan Pasukan AS
Markas besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengungkapkan bahwa ada 2.000 tentara AS yang ditempatkan di Suriah, lebih dari dua kali lipat dari angka yang diakui sebelumnya.
Juru bicara Pentagon, Mayjen Pat Ryder, menyebutkan bahwa 900 tentara hadir di Suriah untuk jangka panjang guna mendukung operasi melawan ISIS. Sementara itu, 1.100 tentara sisanya dikerahkan secara sementara untuk membantu "memenuhi kebutuhan misi yang dapat berubah sewaktu-waktu" dalam perang melawan ISIS.
Pasukan tersebut sebagian besar terdiri dari pasukan konvensional dan pasukan operasi khusus Angkatan Darat AS.