Suara.com - Kasus balita isap vape di Makassar viral di media sosial. Mirisnya, pelaku yang diduga mengarahkan balita itu adalah pamannya sendiri.
Video tersebut memantik reaksi publik, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, yang bereaksi keras terhadap video balita isap vape tersebut.
“Segala bentuk pembiaran yang membahayakan anak, baik secara fisik maupun psikologis tidak bisa dibenarkan,” kata Kepala DP3A Makassar, Ita Isdiana Anwar, dikutip dari Antara, Senin (21/7/2025).
Setelah video viral, tim Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak langsung turun ke lokasi. Mereka mengunjungi kediaman korban dan memanggil sang paman untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
“Anak harus dilindungi dari paparan zat adiktif, eksploitasi, dan kelalaian pengasuhan,” ujarnya.
DP3A turut berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Unit PPA Polrestabes Makassar untuk menangani kasus ini sesuai regulasi yang berlaku.
Sesuai UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 serta UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, penggunaan vape untuk anak di bawah umur jelas dilarang. DP3A Makassar menegaskan penanganan kasus ini berfokus pada pemulihan korban dan edukasi keluarga.
Pamannya, berinisial AL, yang juga berprofesi sebagai Disc Jockey (DJ), telah mengakui kesalahannya dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
“Saya menyesal dan siap bertanggung jawab. Saya sudah menyatakan kesediaan untuk mengikuti layanan konseling anak dan keluarga dari DP3A Makassar,” kata AL dalam pernyataannya.
Namun, AL membantah sengaja mengajari keponakannya mengisap vape. Menurut pengakuannya, ia sempat menegur si anak, namun tidak digubris, sehingga membiarkannya dengan tujuan agar anak jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi.
DP3A Makassar tetap membuka ruang pembinaan jika pelaku menunjukkan itikad baik. “Kami berkomitmen untuk menindak tegas setiap bentuk ancaman terhadap keselamatan anak,” ujar Ita.
Kasus balita isap vape di Makassar ini juga menjadi alarm serius di tengah tren penggunaan rokok elektronik yang meningkat di kalangan muda.
Berdasarkan data Kemenkes 2024, jumlah perokok aktif di Indonesia telah mencapai 70 juta orang, dengan peningkatan signifikan pada kelompok usia muda, termasuk anak-anak dan remaja.
DP3A pun terus menguatkan layanan perlindungan anak berbasis komunitas, sebagai bagian dari visi menjadikan Makassar Kota Layak Anak yang unggul dan aman. Edukasi terus dilakukan agar masyarakat memahami bahaya rokok elektrik pada anak-anak, termasuk risiko jangka panjang pada otak dan paru-paru mereka.
“Media sosial harus menjadi ruang edukasi, bukan ruang yang mempertontonkan kelalaian terhadap hak anak,” tambah Ita.