suara hijau

RUU Masyarakat Adat Kembali Didengungkan dari Papua: Tanah Papua adalah Tanah Marga

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Sabtu, 02 Agustus 2025 | 08:20 WIB
RUU Masyarakat Adat Kembali Didengungkan dari Papua: Tanah Papua adalah Tanah Marga
RUU Masyarakat Adat Kembali Didengungkan dari Papua: “Tanah Papua adalah Tanah Marga”. (Dok. Greenpeace)

Suara.com - Desakan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat kembali disuarakan, kali ini dari Kota Sorong, Papua Barat Daya.

Pada 31 Juli 2025, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Region Papua menggelar konsultasi publik yang menghasilkan Deklarasi 7 Wilayah Adat Tanah Papua, sebuah pernyataan sikap bersama dari masyarakat adat Papua untuk memperkuat dorongan legislasi.

Dalam deklarasi itu, masyarakat adat menuntut dua hal: agar DPR RI mengakomodasi hasil konsultasi publik sebagai bagian dari pembahasan resmi RUU, dan agar Presiden Prabowo Subianto bersama pimpinan DPR segera mengesahkan RUU tersebut dalam masa sidang tahun ini.

“Berbagai peraturan yang ada selalu dibenturkan dengan keberadaan masyarakat adat dan ruang hidupnya. RUU ini diharapkan bisa menganulir hambatan-hambatan pengakuan yang selama ini kami alami,” ujar Erasmus Cahyadi, Sekretaris Jenderal AMAN.

Sudah hampir dua dekade RUU ini mengendap tanpa kejelasan. Diajukan pertama kali pada 2009, dan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) pada 2014, 2024, dan 2025, namun tak kunjung disahkan.

Akibatnya, masyarakat adat di seluruh Indonesia, termasuk Papua, terus hidup tanpa perlindungan hukum yang pasti atas wilayah dan identitas mereka.

Frida Klassin, perwakilan masyarakat adat Papua, mengingatkan bahwa regulasi ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal kelangsungan hidup komunitas adat.

“Kalau tidak ada RUU Masyarakat Adat, apa jadinya kami? Bahasa, marga, dusun, laut, hingga hutan, semua itu melekat dalam hidup kami. Tanah Papua bukan tanah kosong. Tanah Papua adalah tanah marga,” ujarnya tegas.

Konsultasi ini turut dihadiri pemerintah daerah, akademisi, serta berbagai komunitas masyarakat adat. Greenpeace Indonesia berperan sebagai fasilitator dan turut menegaskan pentingnya RUU ini sebagai pelindung kolektif terhadap hak adat di tengah derasnya ekspansi industri dan pembangunan.

Baca Juga: Gibran Urus Papua: Misi Pembuktian Diri atau Penguatan Dinasti Jokowi?

“Papua adalah wilayah dengan keragaman masyarakat adat yang sangat tinggi dan sistem sosial yang khas. RUU ini harus mampu mengakomodasi hak kolektif mereka dalam kerangka otonomi khusus dan pengakuan terhadap sistem nilai lokal,” kata Rossy You, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Dukungan juga datang dari pemerintah daerah. Wakil Gubernur Papua Barat Daya, Ahmad Nausrau, menyebut RUU ini sebagai wujud transformasi keadilan sosial dan ekologis.

“Negara harus menjamin perlindungan atas tanah, budaya, dan nilai-nilai yang dijunjung masyarakat adat. Proses ini adalah bagian dari gerakan bersama membangun masa depan Papua dan Indonesia yang menghormati keberagaman,” katanya.

RUU Masyarakat Adat bukan sekadar draf hukum yang menunggu tanda tangan. Ia adalah harapan yang hidup, untuk pengakuan, untuk perlindungan, untuk masa depan yang ditulis bersama oleh mereka yang selama ini paling dekat dengan tanah, hutan, dan laut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI