Temuan ini sontak menjelaskan semua kejanggalan sebelumnya seperti pantas budgetnya murah yakni biaya Rp 7 miliar kini masuk akal jika biaya riset dan pengembangan karakter yang mahal dipangkas dengan cara membeli aset jadi.
Lalu mengenai pantas pengerjaannya cepat, yakni proses desain karakter yang bisa memakan waktu berbulan-bulan kini bisa diselesaikan dalam hitungan jam.
Pukulan Telak yang Membenarkan Semua Kritik
Kritik pedas Hanung Bramantyo yang menyebut film ini berkualitas "cor-coran kasar" kini terasa seperti sebuah ramalan yang terbukti.
Fenomena warganet "memperbaiki" film ini pun menjadi semakin ironis, karena mereka mengedit sebuah karya yang fondasinya sendiri bukan karya orisinal.
Skandal "beli jadi" ini telah mengubah status film "Merah Putih: One For All" dari sekadar "film yang buruk" menjadi "proyek yang tidak jujur secara kreatif". Kepercayaan publik yang sudah tipis kini tampaknya telah hancur total.
Setelah tahu fakta ini, bagaimana pendapatmu?
Apakah penggunaan aset 'beli jadi' di film bioskop bisa ditolerir sama sekali?
Atau ini adalah bentuk penipuan terhadap penonton? Diskusikan di bawah!
Baca Juga: Sampek Engtay Van Java di YouTube 'Perfiki TV' Juga Ikut Dibanjiri Kritik Publik