Meski menggunakan simbol berkabung, Gustika menegaskan sikapnya bukanlah tanda keputusasaan, melainkan refleksi cinta pada republik.
“Dukaku lahir dari rasa cinta yang mendalam pada Republik ini. Bagiku, berkabung bukan berarti putus asa; dan merayakan bukan berarti menutup mata,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah, menjaga ingatan, sekaligus menagih janji konstitusi kepada negara.
Sementara merayakan, menurutnya, adalah doa agar bangsa tetap selamat dalam proses peralihan, sebagaimana makna kain slobog yang menjadi simbol antara yang pergi dan yang tinggal.
“Simbol bahwa dari duka pun kita bisa menyemai harapan,” tulis Gustika, menutup refleksinya dengan doa: “Panjang umur, Republik Indonesia-ku .”
Sebagai catatan kritis, ia turut menyelipkan sindiran keras dengan menyinggung pejabat yang tampak larut berjoget di atas penderitaan rakyat.
“Swipe ke slide terakhir untuk lihat penjilat rezim dan menteri HAM (ironic) lagi joget di atas penderitaan rakyat ,” tambahnya.