“Swipe ke slide terakhir untuk lihat penjilat rezim dan menteri HAM (ironic) lagi joget di atas penderitaan rakyat,” tulisnya.
Profil Gustika Jusuf Hatta
Cucu Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta, ini dikenal vokal menyuarakan isu demokrasi, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia. Sosoknya tidak hanya aktif di ruang media sosial, tetapi juga kerap terlibat dalam forum internasional yang membahas isu strategis global.
Lahir pada 19 Januari 1994, Gustika Jusuf Hatta adalah putri dari Halida Nuriah Hatta—anak bungsu Bung Hatta dan Rahmi Hatta—dengan Gary Rachman Makmun Jusuf. Saat ini, Gustika belum menikah, namun pada 27 Juli 2025 ia terlihat menggelar acara pertunangan dengan kekasihnya, Gifar.
Aktif di media sosial Instagram dengan akun @gustikajusuf, Gustika kerap membagikan aktivitas sehari-hari, termasuk kecintaannya terhadap kucing. Ia diketahui memelihara banyak kucing, dua di antaranya bernama Hobi dan Kimba.
Perjalanan akademik Gustika Jusuf Hatta terbilang gemilang. Ia meraih gelar Bachelor of Art (B.A.) di jurusan Studi Perang (War Studies) yang mencakup sejarah, strategi militer, hingga hubungan internasional.
Ia juga sempat menempuh studi selama satu tahun di Institut D’etudes Politiques de Lyon, Prancis, sebagai bagian dari program akademiknya.
Selain itu, Gustika memperdalam ilmunya melalui kursus singkat di University of Geneva dan The Hague Academy of International Law, dengan fokus pada hukum internasional serta perlindungan warisan budaya di tengah konflik bersenjata.
Sejak muda, Gustika Jusuf Hatta aktif dalam berbagai forum internasional. Ia pernah menjadi delegasi muda Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2012 dan Forum Pemuda UNESCO.
Ketertarikannya mencakup isu-isu seperti perlindungan warisan budaya saat konflik, peran perempuan dalam militer, serta strategi keamanan di Asia Tenggara.
Selain itu, Gustika juga dikenal sebagai feminis yang lantang menyuarakan kesetaraan gender dan hak asasi manusia (HAM).
Tidak hanya di panggung internasional, Gustika juga kerap mengkritik kebijakan pemerintah Indonesia. Ia pernah tergabung dalam koalisi masyarakat sipil yang menggugat Presiden Joko Widodo terkait pengangkatan penjabat kepala daerah, sebuah langkah yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.