Meski raganya telah tiada, warisan nilai kemanusiaan yang ia tanamkan akan terus hidup. Bagi banyak orang, Frank Caprio bukan sekadar hakim — ia adalah pengingat bahwa hukum bisa berjalan seiring empati.
Pengingat Bagi Lembaga Peradilan di Indonesia
Kepergiannya menjadi pengingat penting, khususnya ketika lembaga peradilan di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar.
Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan hakim membuat citra profesi ini sempat tercoreng, memicu skeptisisme publik terhadap integritas penegakan hukum.
Meski demikian, upaya pemulihan kepercayaan terus dilakukan. Berdasarkan survei Lembaga Indikator pada Mei 2025, Mahkamah Agung berhasil mencatat tingkat kepercayaan publik sebesar 73,7 persen, meningkat dari 65,2 persen pada September 2024.
Angka ini menunjukkan adanya kemajuan, sekaligus menjadi bagian dari target prioritas pemerintah dalam agenda 2022–2024 untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap peradilan.
Dalam konteks ini, perjalanan hidup Frank Caprio memberi pelajaran berharga. Selama lebih dari 40 tahun berkarier di Providence, Rhode Island, Caprio dikenal bukan hanya sebagai hakim, tetapi juga teladan kemanusiaan.
Melalui pendekatan penuh empati, belas kasih, dan humor, ia membuktikan bahwa hukum tidak cukup hanya menegakkan teks undang-undang. Lebih dari itu, hukum juga harus menjaga martabat manusia di hadapan pengadilan.
Wafatnya Caprio seolah menjadi cermin dan pengingat bagi lembaga peradilan Indonesia, kepercayaan publik lahir bukan dari sekadar vonis tegas, tetapi dari integritas, empati, dan keberpihakan pada nilai kemanusiaan.
Baca Juga: 6 Fakta Miris Kematian Bayi Alesha Usai Operasi di RSUDAM: Terungkap Dugaan Pungli Dokter Rp8 Juta