Suara.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membatalkan rencana untuk memangkas trotoar di Jalan TB Simatupang, Jakarta Pusat. Awalnya, kebijakan ini dibuat untuk mengatasi kemacetan parah di ruas tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno usai memimpin apel kolaborasi mengatasi macet di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat pada Rabu (27/8/2025).
Rano mengatakan, Pemprov awalnya memang sudah menetapkan tujuh titik trotoar yang ingin dipangkas menjadi jalur kendaraan bermotor. Tujuannya demi menambah ruang bagi kendaraan bermotor yang melintas.
"Kami bahasanya nih, kami korbankan trotoar dulu, bukan semua trotoar, hanya sekitar berapa meter, untuk apa ada manuver," ujar Rano.
Meski demikian, setelah dievaluasi, ternyata lebar trotoar yang akan dipangkas masih cukup sempit.
Sehingga, dikhawatirkan tidak akan terlalu berpengaruh pada penambahan lebar jalan untuk kendaraan bermotor.
![Kendaraan bermotor terjebak kemacetan lalu lintas di Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta, beberapa waktu lalu. [ANTARA/Sulthony Hasanuddin/tom]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/24/80208-jalan-tb-simatupang.jpg)
"Cuma ternyata begitu kita evaluasi, enggak bisa melakukan pengerjaan trotoar, karena trotoar itu terlalu pendek," jelasnya.
Karena itu, pihaknya saat ini lebih mengutamakan kolaborasi dengan pemerintah pusat untuk menutup sementara pintu keluar tol Cipete-Pondok Labu saat jam sibuk sore hari.
Kemudian, Gubernur Pramono Anung juga disebutnya sudah meminta agar pembatas galian proyek di jalanan untuk dipersempit.
Baca Juga: Sahroni Blak-blakan Ngaku Ngumpet di DPR saat Demo 25 Agustus: Saya Gak Mungkin Menampakan Fisik!
"Pak Gubernur baru saja berkirim surat, memohon kepada pemerintah pusat, terutama kementerian yang terkait, agar dicari solusinya," pungkasnya.
Dicap Kebijakan Sesat
Sebelumnya, Pendiri Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Syafruddin, menilai kebijakan itu justru bertentangan terhadap pembangunan transportasi berkelanjutan yang sudah dirintis sejak awal 2000-an oleh para Gubernur DKI Jakarta.
"Itu sesat, jadi merugikan atau set back (kemunduran) atas proses pembangunan urban sustainable transport yang sudah dirintis berbagai Gubernur DKI Jakarta sejak 2000," ujar Syafruddin saat dihubungi, Senin (25/8/2025).
Menurut Syafruddin, pelebaran jalan dengan cara mengorbankan fasilitas non-motorized transport (NMT) seperti trotoar dan jalur sepeda hanya akan menimbulkan masalah baru.
"Melebarkan jalan raya dengan mengorbankan fasilitas NMT (lajur sepeda dan trotoar), adalah sesat dan merugikan pertumbuhan ekonomi regional," ucapnya.