Jejak Kontroversi Rektor UI dan Alasan Diteriaki Zionis

M Nurhadi Suara.Com
Senin, 15 September 2025 | 12:05 WIB
Jejak Kontroversi Rektor UI dan Alasan Diteriaki Zionis
Momen Rektor UI diteriaki Zionis. (Tangkapan Layar X).
Baca 10 detik
  • Kebijakan rektorat UI di bawah pimpinan Heri Hermansyah menuai kritik karena mengembalikan Biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) bagi mahasiswa jalur mandiri.
  • Pengembalian IPI dinilai tidak transparan dan berpotensi menghambat calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
  • Kebijakan lain yang memicu kontroversi adalah mengundang akademisi pro-Israel sebagai pembicara, yang dianggap tidak sejalan dengan sentimen mayoritas masyarakat Indonesia yang mendukung Palestina.

Suara.com - Universitas Indonesia (UI) adalah salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Namun, beberapa kebijakan rektorat UI di bawah kepemimpinan Heri Hermansyah baru-baru ini menuai kritik pedas dari berbagai pihak.

Dua isu besar yang menjadi sorotan adalah pengembalian Biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) untuk mahasiswa jalur mandiri dan keputusan mengundang seorang akademisi pro-Israel sebagai pembicara.

Kebijakan IPI untuk Jalur Mandiri

Pada pertengahan tahun 2025, UI mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait Biaya Pendidikan 2025 yang kembali mencantumkan IPI untuk mahasiswa jalur mandiri, seperti PPKB dan SIMAK UI. Padahal, pada tahun sebelumnya kebijakan ini sempat ditiadakan.

Keputusan ini langsung memicu gelombang protes. Banyak calon mahasiswa dan mahasiswa UI merasa khawatir. 

Pihak terkait berpendapat bahwa biaya IPI, yang terbilang besar, akan menghambat calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk bisa kuliah di UI.

Isu ini pun ramai diperbincangkan di media sosial, di mana banyak calon mahasiswa mengaku mengurungkan niatnya untuk mendaftar karena khawatir tidak sanggup membayar IPI.

Rektor UI, Heri Hermansyah, mencoba memberikan penjelasan.

Menurutnya, pengembalian IPI ini terpaksa dilakukan karena anggaran operasional dari pemerintah hanya mencakup sekitar 20% dari total kebutuhan universitas.

Baca Juga: Tolak Janji Seremonial, Mahasiswa di DPR Desak Tuntutan 17+8 Dipenuhi Substantif

Heri juga menjanjikan bahwa besaran UKT dan IPI akan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa.

Namun, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya meredakan kekhawatiran. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran UI, melalui akun media sosialnya, mengungkapkan bahwa ada beberapa program studi dengan biaya IPI yang bisa mencapai enam kali lipat dari UKT tertinggi.

Selain itu, mereka juga mengkritik tidak adanya pengumuman resmi atau penjelasan yang transparan dari pihak rektorat mengenai alasan mendesak di balik kebijakan ini.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan mahasiswa dan publik tentang transparansi dan keadilan dalam pengelolaan keuangan universitas.

Mengundang Akademisi Pro-Israel

Selain masalah biaya pendidikan, kebijakan lain yang mengundang kontroversi adalah keputusan UI untuk mengundang Peter Berkowitz sebagai pembicara pada acara Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana UI 2025.

Peter Berkowitz adalah seorang akademisi dan Peneliti Senior di Hoover Institution, Universitas Stanford, yang dikenal vokal dalam membela Israel.

Keputusan ini langsung menjadi viral di media sosial, khususnya di platform X. Berkowitz disebut sebagai pendukung Zionis dan bahkan pembela genosida di Palestina.

Publik menyoroti jejak rekamnya yang kerap menulis artikel yang berpihak pada kebijakan militer Israel dan mengecam dukungan terhadap Palestina. Berkowitz juga dikenal pernah menjabat sebagai Direktur Perencanaan Kebijakan di era kepemimpinan Donald Trump.

Dalam acara yang disiarkan di YouTube resmi UI, Berkowitz berbicara mengenai peran pendidikan dalam demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia.

Ia juga sempat menyinggung buku karya filsuf Aristoteles. Meskipun materi yang disampaikan bersifat umum, kehadiran sosok kontroversial ini di acara resmi UI dianggap tidak pantas.

Banyak pihak menilai keputusan ini tidak sejalan dengan sentimen mayoritas masyarakat Indonesia yang sangat mendukung perjuangan rakyat Palestina.

UI sendiri telah menanggapi kritik ini, menyatakan bahwa mereka menerima masukan dari masyarakat. Namun, respons tersebut dianggap tidak cukup.

Kritik publik menyoroti kurangnya kepekaan UI dalam memilih narasumber, terutama di tengah situasi global yang sangat sensitif terkait isu Palestina.

Keputusan ini dianggap tidak hanya melukai perasaan mahasiswa dan masyarakat, tetapi juga berpotensi merusak reputasi UI sebagai institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Sementara itu, keputusan mengundang Berkowitz menimbulkan pertanyaan serius tentang nilai-nilai dan pandangan politik yang dianut oleh pimpinan universitas, terutama yang berkaitan dengan genosida Israel di Palestina.

Kontributor : Rizqi Amalia

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI