- KPK sedang memburu sosok 'juru simpan' misterius yang diduga menjadi penampung utama dana korupsi kuota haji
- Modus korupsi diduga terjadi melalui pembagian kuota haji tambahan yang tidak sesuai aturan
- KPK sengaja menunda penetapan tersangka hingga berhasil mengidentifikasi sang juru simpan
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membongkar salah satu skandal korupsi terbesar di sektor keagamaan, dengan fokus utama pada sosok misterius yang dijuluki sebagai 'juru simpan'.
Figur rahasia ini diduga menjadi penampung utama uang haram dari praktik lancung pembagian kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023-2024, dengan taksiran kerugian negara mencapai angka fantastis, lebih dari Rp1 triliun.
Hingga kini, lembaga antirasuah masih menutup rapat-rapat identitas sang 'bendahara gaib' tersebut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa penyidik masih bekerja keras menelusuri jejaknya, sehingga informasi detail belum bisa diungkap ke publik demi kelancaran proses penyidikan.
“Kami belum bisa mendeclare secara detail, ya, pihak-pihak yang diduga terkait dalam konstruksi perkara ini, peran-perannya seperti apa,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).
Meski demikian, Budi berjanji bahwa pada saatnya nanti, KPK akan membeberkan secara terang benderang siapa saja yang bertanggung jawab, termasuk peran sentral si juru simpan.
“Nanti kami akan sampaikan secara terbuka pihak-pihak yang bertanggung jawab dan nantinya ditetapkan sebagai tersangka, termasuk konstruksi utuh dari perkara ini,” tandasnya.
Perburuan terhadap juru simpan ini menjadi prioritas utama KPK. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pihaknya tidak mau gegabah dalam menetapkan tersangka sebelum otak pengelola keuangan ini teridentifikasi. Menurutnya, menemukan sosok ini adalah kunci untuk membongkar aliran dana korupsi secara tuntas.
“Kami tidak ingin gegabah dalam hal ini, karena kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini kemudian berpindah dan berhentinya di siapa, karena kami yakin bahwa benar ada juru simpannya. Artinya, berkumpul di situ,” tutur Asep.
Asep meyakini, uang hasil korupsi ini tidak disimpan oleh pimpinan lembaga, melainkan dikumpulkan pada satu individu khusus. “Kalau di suatu lembaga juga kan ada khusus yang mengelola keuangannya,” ujarnya.
Baca Juga: KPK Dukung Prabowo Rombak Komite TPPU: Penting untuk Pemulihan Aset Negara
“...kalau sudah kita ketahui bahwa ternyata uang-uang ini mengumpul atau berkumpul pada seseorang, atau boleh dibilang juru simpannya, itu akan memudahkan bagi kami penyidik untuk melakukan tracing,” tambah Asep.
Dugaan korupsi ini berawal dari penambahan 20.000 kuota haji untuk Indonesia pada tahun 2024. Menurut aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, dalam praktiknya, kuota tambahan tersebut justru dibagi rata 50:50, yakni 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Asep.
“Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada," tambah dia.
Penyimpangan inilah yang diduga menjadi ladang basah korupsi, di mana kuota haji khusus yang lebih mahal dialokasikan secara tidak proporsional kepada travel-travel tertentu, dan keuntungannya ditampung oleh sang juru simpan.