Komisaris BCA: LCGC Bisa Lebih Ramah Lingkungan Dibanding Mobil Listrik

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 09 November 2024 | 17:05 WIB
Komisaris BCA: LCGC Bisa Lebih Ramah Lingkungan Dibanding Mobil Listrik
Ilustrasi mobil listrik. (Pexels)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Cyrillus mengungkapkan Brasil merupakan contoh paling tepat buat Indonesia. Negeri  Amerika Latin itu memiliki kesamaan dengan Indonesia dalam hal sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar. 

Dalam upaya dekarbonisasi, Brasil telah mengadopsi penggunaan bioetanol  sebagai bahan bakar kendaraan, yang dihasilkan dari industri gula mereka. 

Penggunaan bioetanol di Brasil berpotensi mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi, yang merupakan penyumbang utama emisi karbon di negara tersebut. 

Negara tersebut juga mengembangkan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan untuk diesel, serta mobil flexy hybrid yang menggunakan bioetanol.

Dengan populasi besar dan kesadaran lingkungan yang meningkat, Brasil memiliki potensi untuk berkembang dalam industri mobil listrik dan kendaraan ramah lingkungan lainnya. 

Sementara bagi Indonesia, menurut dia, dengan mempertimbangkan kemunculan tren ragam teknologi dalam dekarbonisasi, maka terdapat peluang untuk menguasai rantai pasok kendaraan berteknologi listrik dan mesin flexy.

Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan  cadangan nikel guna memproduksi baterai listrik yang diperlukan untuk mobil listrik dan hybrid.

Data penjualan mobil di Amerika selama 2023 telah mengonfirmasi lonjakan signifikan minat masyarakat terhadap mobil hybrid. Kenaikan drastis ini mengindikasikan pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. 

Dengan semakin populernya mobil hybrid maka peluang untuk menghadirkan inovasi baru pun semakin terbuka lebar.

Baca Juga: Wuling Tebar Promo Akhir Tahun untuk Mobil Listrik

Chyrillus menyadari kehadiran bukunya tersebut seakan melawan arus, yakni tren mobil listrik dianggap satu-satunya yang bisa menyelesaikan persoalan emisi karbon. 

Namun dia  menekankan pentingnya memahami bahwa teknologi otomotif ramah lingkungan tidak hanya terbatas pada mobil listrik.

Penerapan paradigma ini pun dinilai Cyrillus semakin mendesak, sebab Indonesia dihadapkan dengan target Nationally Determined Contribution (NDC) pada  2030 sebelum beranjak mencapai visi NZE di 2060.  

“Kalau kita bicara mengenai NDC 2030, kembali lagi berkaitan dengan pembangkit energinya, itu tinggal lima hingga enam  tahun lagi. Jadi dari situ sebetulnya mobil non-listrik yang ramah lingkungan masih menjadi pilihan yang harusnya preferable untuk pencapaian NDC 2030, karena bisa 50 persen carbon free, tetapi gagasan ini seperti melawan arus," pungkas dia. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI