Sistem Pengisian Daya Cepat Dinilai Beri Dampak BurukTerhadap Usia Baterai Mobil Listrik

Jum'at, 09 Mei 2025 | 20:15 WIB
Sistem Pengisian Daya Cepat Dinilai Beri Dampak BurukTerhadap Usia Baterai Mobil Listrik
Ilustrasi mobil listrik. (Pexels)

Suara.com - Sistem pengisian daya cepat atau ultra-fast charging pada mobil listrik dinilai memiliki dampak buruk terhadap usia pakai baterai.

Berdasarkan nalisis industri dan pengalaman para pemilik kendaraan listrik menunjukkan bahwa kenyamanan pengisian daya super cepat dapat mengorbankan masa pakai baterai. 

Sehingga, timbul pertanyaan terkait daya tahan jangka panjang baterai, serta cakupan garansi yang diberikan oleh produsen.

Selain itu, sepeprti dilansir dari Carnewschina, pengemudi transportasi online juga mengamati bahwa pengisian daya super cepat memang mempercepat “penuaan” pada baterai, padahal metode pengisian ini sangat diandalkan oleh mereka yang memiliki mobilitas tinggi.

Menurut survei terbaru, kendaraan transportasi online yang telah menempuh jarak lebih dari 100 km setiap harinya dan menggunakan metode pengisian cepat lebih dari 70% telah mengalami penurunan daya tahan baterai dari 100% menjadi 85% dalam kurun waktu dua tahun.

Bahkan dari penelitian yang dilakukan Universitas Tsinghua menunjukkan bahwa baterai yang sering menggunakan metode pengisian cepat di atas 120 kW dapat memperpendek masa pakai baterai hingga 40% dibandingkan dengan menggunakan metode pengisian daya yang lebih lambat.

Sementara,banyak konsumen yang percaya bahwa metode pengisian daya yang sangat cepat, baik di kendaraan ataupun ponsel, dapat memperpendek masa pakai baterai. Walaupun sejauh ini belum banyak data spesifik yang dapat menunjukkan dampak buruk terhadap baterai yang kerap menggunakan sistem ini.

Kekhawatiran konsumen semakin menjadi, mengingat biaya penggantian baterai yang sangat mahal. Bahkan bisa mencapai setengah harga kendaraan baru atau bahkan melebihi nilai jual mobil listrik bekas.

Oleh karena itu, regulasi di China saat ini memerintahkan produsen mobil untuk memberikan garansi minimal 8 tahun atau 120.000 kilometer untuk komponen inti kendaraan listrik seperti baterai. Meskipun, Sebagian besar produsen sudah mematuhi hal tersebut, namun prakteknya pengajuan klaim garansi baterai tetap dirasa menyulitkan bagi konsumen.

Baca Juga: Pengguna Chery J6 Keluhkan Sensor ADAS Bermasalah, Ada yang Sampai Ngerem Sendiri...

Banyak kebijakan “garansi seumur hidup” yang disertai dengan persyaratan yang ketat, seperti mewajibkan pemilik kendaraan pertama, membatasi jarak tempuh tahunan, mewajibkan servis rutin di bengkel resmi, hingga membatasi penggunaan komersial.  

Bahkan, beberapa kebijakan memberikan pengecualian bagi kendaraan yang menggunakan metode pengisian daya “ultra-fast charging”. Sehingga, hal ini menjadi penghalang bagi pengguna yang sering menggunakan kendaraannya untuk melakukan klaim garansi jika terjadi kerusakan pada baterai.

Selain itu, beberapa garansi mungkin tidak menjamin level penurunan baterai yang terjadi, hanya mencakup yang mengalami cacat produksi, hal ini tentunya dapat membuat konsumen salah paham akan garansi baterai yang diberikan.

Bahkan, survei menunjukkan bahwa hanya sekitar 23% pemilik kendaraan listrik yang benar-benar memahami secara detail isi dari garansi kendaraan mereka.

Para perusahaan otomotif pembuat mobil listrik sendiri saat ini secara aktif sedang mengembangkan cara menyeimbangakan metode pengisian daya super cepat dan daya tahan baterai. 

Salah satu kemajuan teknis seperti sistem manajemen termal yang ditingkatkan untuk mengontrol suhu baterai selama pengisian cepat dan sistem manajemen baterai (BMS) yang disempurnakan dengan adanya “mode perlindungan ultra-fast charging” yang dapat mengatur daya berdasarkan kondisi pengisian daya baterai. 

Ada juga pom “smart charging” yang dirancang untuk menyesuaikan aliran arus secara otomatis selama proses pengisian daya.

Para ahli juga memberikan saran bagi para pemilik kendaraan listrik untuk dapat membatasi penggunaan metode pengisian daya super cepat hingga kurang dari 40% dari total sesi pengisian daya dan memprioritaskan pengisian daya lambat Ketika memiliki waktu lebih panjang. 

Mereka juga menyarankan untuk menghindari metode “ultra-fast charging” saat baterai berada di bawah 10% atau di atas 90%, karena pengisian daya dalam rentang ini dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar.

Tipe Konektor Mobil Listrik di Indonesia

Dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia, pemerintah telah menetapkan standar konektor pengisian daya untuk memastikan kompatibilitas dan keamanan. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2023 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, terdapat tiga tipe konektor yang diakui dan digunakan di Indonesia:

Tipe 2 (AC Charging)

Konektor Tipe 2, sesuai standar IEC 62196, adalah konektor pengisian arus bolak-balik (AC) yang umum digunakan di Eropa dan Indonesia. 

Desainnya berbentuk persegi panjang dengan tujuh pin, mampu menyediakan daya hingga 43 kW pada arus 63 ampere. 

Konektor ini banyak digunakan pada stasiun pengisian AC publik dan kompatibel dengan banyak kendaraan listrik yang beredar di Indonesia.

CHAdeMO (DC Charging)

CHAdeMO adalah standar pengisian cepat arus searah (DC) yang dikembangkan di Jepang. Konektor ini memiliki desain bulat besar dengan 10 pin dan mampu menyediakan daya hingga 62,5 kW, memungkinkan pengisian daya hingga 80% dalam waktu 30-40 menit. 

Di Indonesia, CHAdeMO digunakan oleh beberapa model kendaraan listrik, terutama yang berasal dari produsen Jepang.

CCS2 (Combined Charging System Type 2)

CCS2 adalah sistem pengisian cepat DC yang menggabungkan konektor AC Tipe 2 dengan dua pin tambahan untuk pengisian DC. 

Desainnya memungkinkan pengisian daya hingga 200 kW pada arus 200 ampere dan tegangan 1000 V DC. CCS2 menjadi standar pengisian cepat DC di banyak negara, termasuk Indonesia, dan didukung oleh berbagai produsen kendaraan listrik modern.

GBT (Guobiao Standard)

GBT adalah standar konektor pengisian yang dikembangkan di Tiongkok. Meskipun beberapa kendaraan listrik di Indonesia mungkin menggunakan standar ini, GBT tidak diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Pengguna GBT harus menyediakan konektor sendiri untuk memastikan kompatibilitas dengan stasiun pengisian yang ada.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?