Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan Forkopimda setempat membentuk satgas terpadu untuk mengantisipasi penyadapan, dan perdagangan getah pinus secara ilegal. Langkah itu diapresiasi oleh H. Ibnu Hasim, salah satu pimpinan DPRK Gayo, Sabtu, 28 Mei 2021.
Menurut Wakil Ketua DPRK dari Partai Demokrat ini, langkah Pemda dan Forkopimda membentuk satgas getah pinus yang bertujuan untuk menertibkan penyadapan, meningkatkan penerimaan negara bukan pajak, dan PAD sangat tepat. Karena selama ini banyak terjadi masalah di lapangan.
“Masalah tersebut menurut pantauan kami (Anggota DPRK), yang pertama adanya standar penyadapan yang tidak sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang diterbitlan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Diretotar Usaha Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu, Hutan Produksi, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor: SOP.1/JASLING/UHHBK/HPL.2/1/2020, tentang sistem evaluasi penyadapan getah pinus pada pemegang izin dan kerja sama kesatuan pengelolaan hutan,. Sehingga dikhatirkan akan berdampak pada kelangsungan hidup pohon,” kata Ibnu Hasim melalui WhatsApp.
Kedua, kata Ibnu Hasim, adanya penyadapan yang dilakukan pihak tertentu tanpa memiliki izin. Hal ini berdampak kepada tidak tertibnya penyadapan dan adanya penjualan getah pinus ke luar daerah.
“Ketiga, adanya lahan pinus di kawasan APL yang merupakan lahan milik masyarakat yang telah bersertifikat, atau kepemilikan yang secara turun temurun telah dimiliki masyarakat diklaim oleh pemegang konsesi. Sehingga jika pemilik lahan melakukan penyadapan dianggap ilegal dan melawan hukum,” jelasnya.
Dengan demikian, kata Ibmu Hasim, pemilik lahan tidak bisa menjual kepada PT Kencana Hijau, dan harus melalui perusahaan yang mempunyai izin konsensasi. Jika ada masyarakat yang memiliki lahan pribadi, melakukan penyadapan dan menjual langsung kepada PT Kencana selaku penampung dan memproduksi gondorukem/terpentin harganya harus disesuaikan.
“Harga harus bervariasi, tergantung proses asministrasinya. Artinya, apakah getah yang dibawa itu telah meenuhi kewajibannya, seperti pembayaran PAD dan lain sebagainya. Jika tidak, PT Kencana memperhitungkan kewajiban yang harus dipenuhi, dan sisanya dibayarkan kepada petani,” katanya.
Keempat, kata Ibnu Hasim, perbandingan harga di PT Kencana dan harga di luar daerah jauh berbeda. Ketika harga lebih tinggi di luar daerah, masyarakat atau pemilik konsesi tidak akan menjual ke PT Kencana, melainkan membawa ke luar daerah. Sementara menjual getah pinus ke luar daerah telah melanggar ketentuan yang ditetapkan Gubenur Aceh sehingga dilakukan tindakan di perbatasan-perbatasan.
Selain keempat masalah itu, Ibnu Hasim juga memaparkan berbagai permasalaahan lain yang terjadi di lapangan, yang harus dikaji, dan diantsisipasi supaya tidak merugikan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah.[]