Ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah. Bukan ditunjuk oleh presiden, seperti terjadi di Era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang berbasis kesejarahan negara-negara dan bangsa lama di Nusantara, yaitu raja dan sultan nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara dan Utusan Golongan yang bersumber dari Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ideologi, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
Keempat, memberikan ruang pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-Undang di DPR.
Dan kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.
Selain kedua narasumber, dua orang penanggap dihadirkan, di antaranya dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Dr Mahir Amin dan peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi [Puskolegis] Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel/dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Dr Lutfil Ansori.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Sefdin Syaifudin, Staf Ahli Zaldy Irza Pahlevy Abdurrasyid, Kepala Kantor DPD RI Wilayah Jawa Timur, Rony Suharso dan Pegiat Konstitusi, dr Zulkifli S Ekomei.
Hadir di antaranya Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Prof Akhmad Muzakki, Ketua Senat UIN Sunan Ampel Prof M Ali Aziz, Wakil Rektor I Prof Ali Mudlofir, Wakil Rektor II Prof Wiwik Setiyani, Wakil Rektor III Prof Abdul Muhid sejumlah dosen dan mahasiswa S1, S2 dan S3 UIN Sunan Ampel.