Di sisi lain, Paul Tambyah, presiden terpilih dari International Society of Infectious Diseases di Amerika Serikat, mengatakan ada bukti bahwa jenis baru itu bertepatan dengan penurunan tingkat kematian yang menunjukkan bahwa itu kurang mematikan.
Tambyah menyebut bahwa sebagian besar virus cenderung menjadi kurang parah saat bermutasi.
"Mungkin itu hal yang baik untuk memiliki virus yang lebih menular tetapi tidak begitu mematikan," kata Tambyah.
Tetapi pada awal bulan ini, direktur jenderal kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah, mendesak masyarakat untuk lebih waspada setelah strain yang diyakini sebagai jenis D614G ditemukan di dua kelompok baru-baru ini di negara tersebut.
Noor mengatakan, strain baru itu 10 kali lebih menular dan menyebut bahwa vaksin yang saat ini dalam pengembangan mungkin tidak efektif melawannya.
Namun, Tambyah tidak setuju dengan pendapat itu dengan mengatakan bahwa mutasi tidak akan cukup mengubah virus untuk membuat vaksin potensial kurang efektif.
![Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). [ANTARA FOTO/M Agung Rajasa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/08/06/84839-simulasi-vaksin-covid.jpg)
Pada bulan lalu, Profesor Nick Loman di University of Birmingham, yang merupakan bagian dari Covid-19 Genomics Consortium mengatakan D614G adalah yang paling dominan di dunia dan menyebar lebih cepat di Inggris daripada strain asli dari Wuhan, China.
Pendapat Tambyah juga didukung oleh Profesor Loman yang mengatakan bahwa D614G tampaknya tidak mematikan.
Baca Juga: Peneliti Temukan Varian Baru Virus Corona, Infeksinya Lebih Ringan