AJI: Pasal yang Ancam Kebebasan Pers Harus Dihapus di RUU KUHP dan RUU ITE

Selasa, 05 Oktober 2021 | 23:28 WIB
AJI: Pasal yang Ancam Kebebasan Pers Harus Dihapus di RUU KUHP dan RUU ITE
Aliansi Jurnalis Independen. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pertama, Pasal 27 ayat 3 tentang defamasi atau pencemaran nama baik. Pasal ini menjerat Pemimpin Redaksi Metro Aceh Bahrul Walidin pad 24 Agustus 2020 dan Tuah Aulia Fuadi, jurnalis Kontra.id di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

Kedua, Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian.

"Jurnalis Banjarhits.id/Kumparan di Kalimantan Selatan, Diananta Sumedi, divonis 3 bulan 15 hari penjara karena beritanya berjudul Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel, dinilai menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan," tuturnya.

Ketiga, Pasal 40 ayat (2b). Sasmito menuturkan pasal tersebut memberikan kewenangan pada pemerintah melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

"Pasal ini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers dan menunggu putusan majelis hakim," kata dia.

Tak hanya itu, Sasmito menuturkan AJI Indonesia juga mendesak DPR dan pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat dan transparan dalam pembahasan RUU KUHP dan RUU ITE.

Pelibatan publik kata Sasmito merupakan kewajiban yang harus dilakukan DPR dan pemerintah dalam setiap pembuatan regulasi. Selama ini, pelibatan masyarakat hanya bersifat ceremonial belaka dan tidak diberikan waktu yang cukup dalam memberi masukan.

Akibatnya komunikasi terkait pembahasan RUU menjadi satu arah, tanpa ada timbal balik dari masyarakat.

"Ini seperti kegiatan penyempurnaan RUU KUHP yang digelar pemerintah di Jakarta pada 14 Juni 2021 lalu yang tidak memberikan waktu kepada masyarakat untuk memberikan masukan. Bahkan lima mahasiswa meninggal dalam aksi protes September 2019 karena aspirasi mereka tidak didengarkan DPR dan pemerintah," ucap Sasmito.

Baca Juga: Peneliti BRIN Dorong Pemerintah Ajukan Uji Materi UU ITE

Lanjut Sasmito, AJI Indonesia juga mendorong penguatan etika jurnalis. Sejumlah ketentuan dalam RUU KUHP yang menyentuh persoalan etika, misalnya tentang kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan atau yang tidak lengkap (Pasal 263).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI