Selain faktor kegagalan pasar dan intervensi pemerintah, kisah sukses suatu bangsa dalam melakukan inovasi juga ditentukan oleh peran jejaring sosial global yang memberikan akses terhadap tenaga peneliti, pengetahuan, teknologi, peralatan dan dana untuk melakukan riset, dan pengembangan sponsor dari yayasan filantropi global.
Studi menunjukkan bahwa keterlibatan akademisi dan peneliti Indonesia pada jejaring sosial global masih rendah dan terisolasi di dalam lembaga tempat mereka mengajar dan meneliti.
Hal ini terjadi karena akademisi Indonesia memiliki mobilitas yang rendah dan kurang berinteraksi dengan sejawat akademisi global. Akibat kurangnya pemanfaatan jejaring sosial global, inovasi di Indonesia tidak berkembang dan bahkan jauh tertinggal dibanding bangsa lain di lingkungan ASEAN.
Lemahnya ketidakamanan kreatif sebagai faktor pendorong inovasi
Taylor mengemukakan hipotesis bahwa ketidakamanan kreatif adalah faktor penyebab mengapa suatu bangsa melakukan inovasi. Ketidakamanan kreatif terwujud ketika ancaman eksternal baik di bidang ekonomi maupun militer lebih tinggi dibanding ketegangan domestik, sehingga pemerintah memberikan dukungan penuh dan motivasi yang kuat untuk melakukan inovasi di kedua bidang tersebut.
Sebaliknya ketika permasalahan domestik lebih dominan dibandingkan ancaman eksternal, pemerintah secara politik akan mengutamakan pengeluaran untuk pelayanan publik dibandingkan pengeluaran untuk inovasi.
Rendahnya prioritas inovasi terjadi selain karena mahal dan berisiko tinggi, pengeluaran untuk inovasi juga akan mengurangi anggaran untuk mengatasi masalah domestik seperti kemiskinan, pengangguran, pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan, pemerataan infrastruktur, subsidi perumahan, subsidi pertanian, subsidi energi, dan peningkatan kesejahteraan aparatur negara.
Seberapa kuat persepsi ancaman eksternal di bidang militer dapat dilihat dari data belanja militer negara-negara di lingkungan ASEAN-6 dalam periode 2010-2020. Rata-rata belanja militer Indonesia sebesar 0,78% dari PDB. Angka ini terbilang rendah ketika dibandingkan dengan Singapura (3,07%), Malaysia (2,25%), Thailand (1,41%), Vietnam (1,32%), dan Filipina (1,07%).
Secara relatif, data ini menunjukkan persepsi ancaman eksternal di bidang militer di Indonesia rendah dibandingkan negara lain di ASEAN. Sebagai contoh, Vietnam, Malaysia, dan Filipina menghadapi ancaman eksternal sehubungan dengan klaim China di Laut Tiongkok Selatan.
Baca Juga: Tantangan Bisnis Media ke Depan, Cepat Adaptasi, Inovasi dan Kolaborasi
Lemahnya ketidakamanan kreatif Indonesia di bidang militer, dikombinasikan dengan lemahnya ketidakamanan kreatif di bidang ekonomi yang ditandai oleh kegagalan pasar dalam inovasi, mengakibatkan rendahnya daya dorong untuk melakukan inovasi.
Apa yang dapat dan perlu dilakukan
Dapat disimpulkan bahwa dalam mewujudkan inovasi, Indonesia menghadapi masalah kegagalan pasar, lemahnya implementasi kebijakan dan kelembagaan, dan lemahnya jejaring global.
Sedangkan, dari sisi dorongan untuk berinovasi, Indonesia berhadapan dengan relatif lemahnya ancaman eksternal baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi militer. Kondisi ini dalam jangka pendek akan menjadi kendala dalam meningkatkan kinerja inovasi Indonesia.
Pertanyaannya, apakah Indonesia perlu merekayasa ancaman eksternal?
Di dalam masyarakat yang terbuka, merekayasa ancaman eksternal akan mudah terungkap dan menimbulkan sinyal yang salah dan bahkan berbahaya. Hal ini dapat menciptakan musuh dan konflik dagang maupun konflik militer yang tidak perlu.