Pola kekerasan yang dilakukan juga semakin brutal, seperti pembakaran rumah, tempat usaha, fasilitas publik, dan pesawat terbang. Kemudian, juga terjadi penjarahan, pemerkosaan, penyanderaan, penembakan hingga pembunuhan.
Hal tersebut mendorong pemerintah mengubah statusnya dari “KKB” menjadi “teroris” pada April 2021.
Berbagai organisasi perlindungan HAM seperti KontraS, Setara Institute dan Amnesty International Indonesia menyebut perubahan status tersebut hanya akan memperkeruh keadaan, memicu reaksi internasional, dan menunjukkan bahwa pemerintah gagal memahami Papua.
Upaya meredam kekerasan?
Untuk menyikapi tindakan kekerasan yang meningkat dari KKB, kami menawarkan rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, upaya penegakan hukum adalah keniscayaan bagi KKB. Namun, pemerintah perlu membaca suasana kebatinan masyarakat, termasuk dengan mengupayakan cara-cara yang humanis, serta memastikan tidak adanya praktik jual beli senjata antara aparat militer dan kepolisian dengan KKB.
Kedua, kesejahteraan dan penyediaan hak-hak dasar bagi OAP sebaiknya menjadi prioritas. Tapi tetap harus dibarengi dengan pendekatan keamanan yang semata untuk memastikan keamanan warga sipil di tengah ancaman KKB. Otoritas keamanan di lapangan hendaknya memberi kesempatan pemerintah daerah membangun komunikasi dengan KKB melalui upaya persuasif untuk kembali ke pelukan Indonesia.
Ketiga, negara perlu mendorong terwujudnya dialog yang konstruktif, egaliter dan partisipatif antara Jakarta dan Papua dengan melibatkan unsur agama, adat, perempuan, pemuda hingga kelompok rentan. Ini dilakukan guna menyerap aspirasi OAP dan memulai agenda konsolidasi sosial.
Ketiganya merupakan wujud komitmen politik bersama yang perlu dilaksanakan demi menghentikan kekerasan dan mewujudkan perdamaian serta kesejahteraan di tanah Papua.
Baca Juga: Pilot SAM Air Langsung Dievakuasi ke Jayapura Usai Diserang OPM di Nduga Papua