Brain Rot: Ketika Otak Kelebihan Beban Informasi

Muhammad Yunus Suara.Com
Rabu, 29 Januari 2025 | 14:47 WIB
Brain Rot: Ketika Otak Kelebihan Beban Informasi
Ilustrasi chatGPT menggambarkan fenomena brain rot di era digital—seorang individu terjebak dalam badai informasi yang terus berputar, dengan kepalanya mulai terfragmentasi akibat kelebihan stimulasi [Suara.com/Muhammad Yunus]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Akibatnya? Otak kehilangan minat terhadap hal-hal yang membutuhkan usaha lebih, seperti membaca buku atau berpikir kritis. Konsentrasi menurun, otak mudah bosan, dan kita terus mencari rangsangan instan.

2. Sosiologi: Budaya Konsumsi Informasi yang Dangkal

Di tengah ekonomi perhatian (attention economy), perusahaan teknologi berlomba-lomba mencuri fokus kita. Algoritma media sosial dirancang agar kita terus terpaku pada layar, tanpa memberi ruang untuk refleksi atau berpikir mendalam.

Dampaknya? Opini cepat menggantikan analisis mendalam. Banyak orang membentuk pandangan hanya berdasarkan judul berita tanpa membaca isinya.

Kita pun lebih sering terjebak dalam echo chamber—lingkaran informasi yang hanya mengonfirmasi keyakinan kita tanpa membuka ruang diskusi sehat.

3. Psikologi: Burnout Digital dan Krisis Identitas

Paparan teknologi berlebihan juga berimbas pada kesehatan mental. Banyak orang mengalami burnout digital, merasa lelah secara emosional akibat paparan konten yang terus-menerus.

Selain itu, muncul fenomena comparison culture—di mana kita terus-menerus membandingkan hidup kita dengan kehidupan "sempurna" yang ditampilkan di media sosial.

Alih-alih merasa puas, kita justru semakin cemas dan tidak percaya diri.

Baca Juga: Sarwendah Idap Kista di Batang Otak, Tak Mau Jalani Operasi Karena Takut Lumpuh

Brain Rot di Dunia Pendidikan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI