Review Sword of Justice: Game MMORPG yang Lebih 'Merakyat'

Dicky Prastya Suara.Com
Rabu, 04 Juni 2025 | 12:55 WIB
Review Sword of Justice: Game MMORPG yang Lebih 'Merakyat'
Review game Sword of Justice. [Suara.com/Dicky Prastya]

Satu hal yang cukup membedakan dari Sword of Justice dengan game MMORPG populer yang biasa saya mainkan ada di jalan cerita. Kalian bisa memilih dialog apa yang diinginkan. Cerita pun berjalan sesuai hasil pembicaraan yang kamu pilih sebelumnya.

Nah cerita ini juga bisa dinikmati karena menyediakan opsi Bahasa Indonesia. Meskipun secara percakapan masih menggunakan dialog mandarin, game menyediakan subtitle agar lebih mudah menyelesaikan misi.

Seperti game MMORPG lainnya, Sword of Justice juga menyediakan banyak wilayah yang bisa dieksplor pemain. Kalian yang senang berjelajah, khususnya tertarik dengan nuansa tradisional Tiongkok, pasti akan suka dengan mengelilingi peta dalam game.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, saya memandang Sword of Justice adalah game yang cukup 'merakyat'. Maksud saya, game ini bisa menampilkan nuansa lawas dinasti China, banyaknya misi interaksi sosial, serta ramah kantong bagi para gamers karena sifatnya F2P. Saya urai satu-satu di bawah.

Salah satu kelemahan yang lazim ditemukan dalam game MMORPG ini adalah jalan ceritanya yang membosankan. Dialog bertele-tele justru membuat pemain bosan, atau bahkan perlu menonton video tutorial di YouTube untuk menyelesaikan misi.

Review game Sword of Justice. [Suara.com/Dicky Prastya]
Review game Sword of Justice. [Suara.com/Dicky Prastya]

Tapi NetEase sepertinya cermat dengan kelemahan itu. Sword of Justice mampu menyediakan jalan cerita yang bisa diatur sendiri oleh pemain. Dialog dari karakter utama menjadi kunci untuk misi selanjutnya, yang menurut saya bisa mengurangi efek kantuk gamers ketika main MMORPG dan fokus menikmati ceritanya.

Perusahaan game asal China itu juga mengatakan kalau Sword of Justice adalah game free to play (F2P), bukan pay to win (P2W). NetEase menyebut kalau pemain mesti memperoleh item atribut hanya dari gameplay.

Mekanisme ini tentu amat melegakan pemain yang memang bisa mengandalkan skill, termasuk saya, alih-alih membeli sebuah item lewat gatcha. Itu pun juga mesti mengandalkan keberuntungan karena gatcha adalah sistem random, di mana item yang memang kita inginkan justru malah gagal didapat.

Tapi sistem seperti ini sebenarnya plus minus juga. Bagi player sultan tentu mereka bakal kerepotan dengan aturan ini.

Baca Juga: 45 Kode Redeem FF Terbaru 4 Juni: Dapatkan 1.000 Diamond, Skin, dan Hadiah Prime

Saya ingat game zaman dulu yang menyediakan transaksi antar pemain, di mana gamers kaya raya bisa dengan mudah memperoleh item langka dari pemain lain, yang benar-benar gamers F2P, lewat dompet mereka.

Meski sama-sama menciptakan simbiosis mutualisme, game tersebut nyatanya bangkrut. NetEase mungkin belajar dari sana untuk memilih opsi F2P.

Jika NetEase ingin Sword of Justice berumur panjang, mereka harus bisa menyiapkan game yang mana antar pemain memiliki interaksi sosial kuat, yang mana itu memang disukai kebanyakan orang Indonesia.

Tapi jika berkaca dari debutnya di China, Sword of Justice nyatanya sukses besar dengan 40 juta download dan 1,1 juta pemain yang melakukan pra registrasi. Tapi perlu dicatat juga, kultur gamers China tentu berbeda dengan gamers Indonesia.

Satu hal yang menjadi sorotan saya dalam game Sword of Justice ini adalah tampilan bahasa Indonesia yang tak presisi dalam kotak dialog. Yah karena ini masih dalam tahap pengembangan, saya rasa NetEase bisa dengan mudah memperbaiki celah ini.

Bagi kalian yang tertarik untuk memainkan Sword of Justice, NetEase sudah memulai pra pendaftaran game yang bisa diakses lewat situs resminya. Sejauh ini belum ada informasi kapan game itu muncul di toko aplikasi Google Play Store (Android) maupun Apple App Store (iOS).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI