Meski menjanjikan pengalaman baru, Atlas tidak sepenuhnya gratis. Sebagian besar fitur terbaik, termasuk agent mode, hanya tersedia bagi pelanggan berbayar.
Laporan BBC (26/10/2025) menyebut, beberapa pengguna awal menemukan keterbatasan pada versi gratis, seperti pesan “limit tercapai” atau “model tidak tersedia.” Hal ini menandakan OpenAI mulai mendorong strategi monetisasi baru dari basis pengguna yang besar.
Analis teknologi Stephanie Liu dari Forrester memperingatkan bahwa OpenAI perlu berhati-hati jika berniat menambah iklan untuk menutup biaya operasional. “Mereka harus tetap menjaga pengalaman pengguna yang baik agar bisa bersaing di pasar,” ujarnya.
Selain itu, Atlas juga menimbulkan kekhawatiran terkait penggunaan data pribadi. Fitur memori yang memungkinkan ChatGPT belajar dari aktivitas browsing dinilai berpotensi mengumpulkan data dalam jumlah besar.
“Belum jelas bagaimana OpenAI akan memanfaatkan data pengguna dari Atlas,” kata Liu. “Bagi mereka yang mengutamakan privasi, ini bisa jadi risiko yang cukup besar.”
Altman menegaskan bahwa peluncuran Atlas hanyalah awal dari visi besar OpenAI: menghadirkan masa depan di mana sebagian besar aktivitas online dilakukan oleh sistem agen AI.
Dengan kemampuan otomatisasi dan pemahaman konteks yang semakin canggih, ChatGPT Atlas bisa menjadi langkah awal menuju era di mana pengguna tidak lagi hanya “mencari,” tetapi berinteraksi langsung dengan internet secara lebih manusiawi.
Namun, seperti yang diungkapkan oleh pengembang aplikasi Erik Goins, “Google membangun bisnisnya sebagai perantara antara pengguna dan situs web. ChatGPT sedang mencoba menghapus perantara itu sepenuhnya.”
Apakah Atlas benar-benar bisa menggantikan Chrome dan menjungkirbalikkan cara kita menjelajah web? Jawabannya masih harus menunggu waktu. Tapi satu hal pasti — perang browser AI baru saja dimulai.
Baca Juga: AI Campus Telkom Hadir di Universitas Negeri Padang, Siap Cetak Talenta Digital Terbaik
Kontributor : Gradciano Madomi Jawa