Lewat Facebook, Sri Mulyani Jawab Sindiran Ketua MPR Soal Utang

Senin, 20 Agustus 2018 | 14:59 WIB
Lewat Facebook, Sri Mulyani Jawab Sindiran Ketua MPR Soal Utang
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (16/4/2018). [Suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya angkat bicara terkait pernyataan Ketua MPR-RI Zulkifli Hasan pada Sidang Tahunan MPR-RI, Kamis (16/8/2018). Dalam sidang tahunan tersebut, Zulkifli menyatakan besar pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2018 mencapai Rp 400 triliun atau 7 kali lebih besar dari Dana Desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan adalah tidak wajar.

Ani menilai, pernyataan Ketua MPR-RI itu sebagai pernyataan politis yang menyesatkan. Ia menjelaskan, pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun itu dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017.

“Dari jumlah tersebut 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (Sebelum Presiden Jokowi). Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu,” kata Sri Mulyani melalui fanpage facebook miliknya yang diunggah pada Senin (20/8/2018).

Sementara itu, 31,5 persen pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen SPN/SPN-S yang bertenor di bawah satu tahun yang merupakan instrumen untuk mengelola arus kas (cash management). Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan.

“Karena Ketua MPR menggunakan perbandingan, mari kita bandingkan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa. Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp 117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 25,6 triliun. Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat,” ujarnya.

Ani menyatakan, pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp 396 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali.

Artinya rasio yang baru ini sudah menurun dalam 9 tahun sebesar 19,4 persen.

Bahkan tahun 2019 anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp 122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7 persen.

Di sini anggaran kesehatan tidak hanya yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana.

Baca Juga: Pidato Ketua MPR, Zulkifli Hasan Singgung Utang Negara

“Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang? Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?,” ujarnya.

Terkait perbandingan pembayaran pokok utang dengan Dana Desa, Menkeu menjelaskan, karena Dana Desa baru dimulai tahun 2015, maka sebaiknya dibandingkan dengan pembayaran pokok utang dengan Dana Desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat.

Menurut Menkeu, pada tahun 2018 rasio menurun 39,3 persen menjadi 6,6 kali, bahkan di tahun 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali.

“Artinya kenaikan dana desa jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pembayaran pokok utang,” ujar Menkeu seraya menekankan, bahwa arahnya menurun tajam.

Dia juga menegaskan jika pemerintah terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel). Sebagai contoh, defisit APBN selalu dijaga di bawah 3 persen per PDB sesuai batas UU Keuangan Negara.

Defisit APBN, lanjut Menkeu, terus dijaga dari 2,59 persen per PDB tahun 2015, menjadi 2,49 persenpada 2016, dan 2,51 persen di 2017. Dan pada 2018 diperkirakan 2,12 persen, serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84 persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI