Penjualan Daging Anjing di Pasar Jaya Resahkan Masyarakat

Jum'at, 10 September 2021 | 11:07 WIB
Penjualan Daging Anjing di Pasar Jaya Resahkan Masyarakat
Ilustrasi daging. (Shutterstock)

Suara.com - Penjualan daging anjing di salah satu pasar PD Pasar Jaya DKI Jakarta mulai meresahkan masyarakat. Informasi tersebut ditemukan oleh Animal Defenders Indonesia (ADI).

Tak tinggal diam, ADI melalui kuasa hukumnya Hotman P Girsang melakukan somasi di perusahaan dagang milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut.

Menanggapi kasus ini, Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad mengatakan bahwa jual beli hewan untuk dikonsumsi harus memenuhi unsur keselamatan, kehalalan dan kesehatan.

Terkait dengan jual beli daging anjing, ia menilai berpotensi merugikan kesehatan konsumen. Salah satunya memungkinkan adanya penularan penyakit rabies.

"Penjualan anjing di pasar baik hewan liar maupun dipasok melalui sindikat kriminal pencurian hewan akan menimbulkan banyak permasalahan dan membahayakan bagi masyarakat Jakarta. Karena anjing yang tidak di vaksin akan menimbulkan penyakit rabies atau anjing gila yang menular pada hewan lain maupun kepada manusia," ujar Suparji kepada wartawan, Jumat (10/9/2021).

Menurutnya, sindikat pencurian hewan anjing untuk dijual kembali dengan tujuan mendapatkan keuntungan, telah melanggar hak konsumen atas keselamatan dan kesehatan konsumen.

"Saya menyarankan untuk dilakukan tindakan berupa penertiban pasar terhadap penjualan anjing tersebut, sebagai amanat undang-undang untuk memberikan keamanan dan keselamatan konsumen. Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan," katanya.

Menurutnya, negara wajib hadir untuk menjamin kepastian hukum baik pelaku usaha maupun konsumen yang menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.

"Negara harus memberikan sanksi berupa penutupan dan penarikan produk tersebut di pasaran dan memberikan pemahaman kepada konsumen bahwa daging anjing tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terutama UU Pangan, yang mengamanatkan bahwa pelaku usaha harus menjamin bahwa barang yang dijual harus memenuhi unsur halal dan tidak melanggar norma agama yang berlaku," lanjutnya.

Baca Juga: Program Pangan Bersubsidi Untuk Warga Jakarta

Suparji menyebut, dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai sanksi pelanggaran. Karena pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

"Sehingga, pemerintah harus mengawasi perlindungan konsumen di mana pengawasan tersebut dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Itu dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar, di mana barang tersebut ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen," ujarnya.

Suparji mengatakan UU Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Ia mengatakan bahwa upaya pemberdayaan tersebut sangatlah penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin.

"Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung," katanya.

Sebelumnya, Ketua ADI, Doni Herdaru mengatakan pihaknya sebelumnya telah melakukan investigasi berulang kali, dan yang paling terbaru dilaksanakan pada 7 September 2021.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI