“Karena saya juga apoteker. Saya tegaskan, jika memang pilihannya adalah kemoterapi, tidak apa-apa. Harus tetap dijalani. Tapi, efek samping kemoterapi tidak hanya membunuh sel jahat tapi juga sel-sel baik,” ujar dia.
“Nah, sekali lagi saya bilang kepada orang-orang. Jangan hanya mencoba dari jalur herbal saja tapi juga jalur medis yaitu kemoterapi. Cara medis ini, silahkan diimbangi dengan gaya hidup sehat,” sambungnya.
Ada salah satu pasien yang rutin kemoterapi dan kini menjadi salah satu langganan Bakoel Organik yang mengaku tubuhnya terasa lebih bugar setelah beberapa bulan secara harian mengonsumsi cold pressed juice.
“Saya persilakan mereka untuk mencoba. Kalau cocok ya syukur, mau berhenti-pun tidak apa-apa. Namun yang pasti, jangan pernah menyerah dengan keadaan. Harus terus berusaha, apapun caranya,” ujar dia, menirukan masa di mana dirinya memberikan semangat kepada sejumlah pasien yang kini menjadi temannya pula.
Semakin Diminati Kala Pandemi
Mengawali Bakoel Organik dengan modal Rp6,5 juta. Bakoel Organik sempat memiliki omzet hingga lebih dari Rp20 juta dalam sebulan. Pendapatan tertinggi itu dicapai oleh Dina saat momen Wabah Virus Corona di mana banyak kalangan mencari cara agar bisa hidup lebih sehat.
Saat itu, ketika banyak usaha gulung tikar karena tekanan ekonomi. Bakoel Organik justru semakin diminati banyak kalangan. Meningkatnya pesanan Bakoel Organik kemudian membuat Dina menyadari, momen tersebut harus bisa membuat Bakoel Organik tidak hanya menguntungkan dirinya pribadi tapi juga orang banyak.
Kala itu, dalam sehari, Bakoel Organik paling sedikit bisa menjual 25 botol, dengan rata-rata penjualan mencapai 30 botol per hari. Tingginya minat pembeli tersebut lantas justru memunculkan masalah baru, yakni Dina membutuhkan alat cold pressed juice yang mampu memproduksi dalam jumlah besar.
![Bakoel Organik [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/05/07/48862-umkm.jpg)
“Di momen itu, Kemenparekraf tiba-tiba mengumumkan dukungan kepada UMKM melalui BRI, khususnya Rumah Kreatif BUMN. Puji Tuhan, kita mendapatkan dukungan dana dan aku bisa beli alat tambahan dengan harga Rp7 juta,” ungkap Dina yang kemudian turut mengikuti salah satu dari rangkaian pelatihan untuk UMKM.
Baca Juga: PSSI Pastikan BRI Liga 1 2023-2024 Pakai VAR, tapi...
Perlahan tapi pasti, nama Bakoel Organik semakin melambung. Dina mengakui dirinya pernah mendapatkan penawaran dukungan modal dari pihak swasta.
“Pernah dapat tawaran [modal]. Tapi, saya menolak jika itu uang. Saya lantas meminta CSR itu untuk diarahkan menjadi bentuk dukungan kepada para petani organik,” ujar Dina.
Pasalnya, Bakoel Organik juga memiliki petani binaan yang berada di Turi, Sleman. Dina menegaskan, jika memang ada pihak-pihak yang ingin mendukung Bakoel Organik. Maka, orang-orang yang berada di balik UMKM miliknya itu juga harus menerima manfaat, salah satunya kalangan petani organik.
“Kita ini hidup dari petani. Aku dapat pasokan sayur fresh itu dari petani, tanpa mereka Bakoel Organik ini tidak bisa sampai seperti sekarang,” tegas Dina.
Menjadi petani organik, kata Dina, bukan perkara mudah. Alasannya, petani organik membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan petani konvensional untuk skala tertentu.
“Para petani organik itu sebenarnya banyak. Tapi, banyak juga yang memutuskan untuk berhenti di tengah jalan karena untuk menjadi petani organik itu butuh dana yang tidak sedikit,” kata Dina.