“Pada masa lampau tak sedikit pengusaha Tionghoa yang karena kedermawanannya bersedia memberi bantuan kepada masyarakat lokal,” tuturnya.
Menurutnya, Tjong A Fie, pengusaha Tionghoa di Medan yang meninggal dunia di dasawarsa ketiga abad yang lalu, adalah salah satu contohnya. Ia dan saudaranya, Tjong Yong Hian, bukan hanya memberi kontribusi penting bagi perekonomian di Medan dan wilayah Sumatra Utara pada era itu, tetapi juga memberikan sumbangan kepada masyarakat tanpa pandang suku dan agama mereka.
“Seperti dicatat dalam tulisan Pauline van Roosmalen, Tjong bersaudara menyumbangkan uangnya untuk pembangunan sekolah, klenteng, masjid, jembatan, dan rumah sakit. Oleh karenanya ia sangat dihargai oleh masyarakat Medan dari berbagai latar belakang etnis,” jelas Johanes.
Pasca kemerdekaan, Tionghoa juga turut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi Indonesia yang sempat mengalami krisis tak lama setelah peristiwa kudeta gagal yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia.
Sebagai catatan, peristiwa berdarah itu bukan hanya menyebabkan gugurnya sejumlah perwira terbaik Tentara Nasional Indonesia (TNI), tetapi juga membawa pada kekacauan ekonomi, yang terus berlangsung bahkan hingga di awal pemerintahan Orde Baru (Orba).
Ekonomi baru mulai stabil setelah Orde Baru membentuk tim ekonomi—yang antara lain terdiri dari para ahli ekonomi lulusan Amerika Serikat—yang kemudian membuat terobosan dengan menumbuhkan pengusaha-pengusaha muda nasional dan mengundang masuknya modal asing.
“Di sinilah pengusaha-pengusaha Tionghoa memainkan peran mereka, mendukung pemerintah Orde Baru memulihkan ekonomi Indonesia saat itu,” jelas Johanes.
Dalam pandangan dosen program magister ilmu komunikasi Universitas Pelita Harapan itu, berbagai peran dan kontribusi etnik Tionghoa memperlihatkan bahwa kelompok masyarakat ini sebenarnya telah berakar secara mendalam pada masyarakat lokal.
Oleh karenanya, ia mengharapkan agar seluruh masyarakat Indonesia merespons keberadaan saudara sebangsa etnik Tionghoa ini dengan penerimaan yang utuh, dan tak lagi mempermasalahkan kalaupun benar mereka memiliki proporsi penguasaan ekonomi yang cukup besar.
“Bukankah mereka adalah sesama bangsa Indonesia yang memiliki hak yang sama dengan komponen bangsa yang lain?” katanya.
Meski demikian, ia juga mengharapkan etnik Tionghoa tetap waspada pada hal apapun yang berpotensi merusak hubungan antara Tionghoa dan seluruh komponen bangsa Indonesia yang lain. Termasuk di dalamnya adalah perubahan kebijakan Tiongkok, yang akhir-akhir ini seolah ingin menegaskan kembali hubungan antara etnik Tionghoa dan Tiongkok.
Menurutnya, respons penolakan yang tegas, yang telah diperlihatkan oleh beberapa tokoh Tionghoa dan kelompok muda Tionghoa, perlu mendapatkan apresiasi.