Suara.com - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dinilai tidak akan membiarkan transaksi LNG dengan Gunvor Singapore Ltd menciptakan kerugian hingga senilai kontrak yang sudah disepakati.
Apalagi sebagai Subholding Gas yang berada dibawah kendali Pertamina, PGN memiliki pengalaman dan akses ke pasar LNG, baik domestik maupun international, untuk mendapatkan pasokan gas alam cair tersebut.
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, ada banyak informasi yang perlu dicermati oleh investor terkait dengan isu PGN dan Gunvor yang muncul belakangan ini. Salah satunya terkait potensi kerugian PGN yang disebut-sebut sangat besar tersebut.
“Hingga saat ini kita belum terinformasi secara resmi berapa nilai kontrak penjualan LNG dari PGN kepada Gunvor. Tapi saya meyakini bahwa potensi kerugian yang banyak dispekulasikan di pasar modal itu tidak mencerminkan angka yang sesungguhnya,” kata Marolop dikutip Minggu (23/12/2023).
Ia kemudian mengilustrasikan secara sederhana. Jika kontrak penjualan LNG antara PGN dengan Gunvor bernilai 100, tentunya PGN akan mati-matian untuk mendapatkan pasokan LNG tersebut, berapapun harganya. Dengan begitu perusahaan tidak akan rugi hingga 100 persen.
Namun Marolop juga menilai bahwa PGN tetap berpotensi untuk mengalami kerugian dari transaksi dengan Gunvor. Ia mencontohkan, untuk memenuhi kontrak penjualan dengan Gunvor itu, bisa jadi PGN mendapatkan pasokan LNG di harga yang lebih tinggi.
“Yang namanya bisnis, apalagi di sektor migas yang tidak bisa diprediksi fluktuasi harganya, kerugian itu adalah bagian dari risiko bisnis,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kontrak jual beli gas selalu berdimensi jangka panjang. Sehingga tidak bisa mengukur untung rugi sebuah kontrak hanya dalam satu tahun kalender. Karena itu untuk menilainya harus sampai dengan kontrak tersebut berakhir.
Menurut Marolop, sebagai perusahaan milik pemerintah, PGN memiliki fundamental bisnis yang kuat dan menjadi agregator bisnis gas bumi di Indonesia. Strategi PGN untuk memperluas portofolio dengan masuk ke bisnis LNG sudah sangat tepat.
Baca Juga: CEK FAKTA: Mahfud Sebut Pulau Madura Kaya akan Gas Alam Tapi Belum Optimal
“Era gas pipa akan terus menurun, mengingat produksi gas bumi di bagian Barat Indonesia terus berkurang. Sementara eksplorasi dan produksi migas di Indonesia bagian Timur terus meningkat dan hanya efisien jika proses distribusinya dijadikan LNG. Inilah yang akan menjaga bisnis PGN tetap kuat di masa depan,” urainya.
Sebagai subholding gas, PGN memiliki peran penting dalam menjaga ketahanan energi nasional. Itu sebabnya, PGN menggelar berbagai langkah untuk meningkatkan kinerja dan optimalisasi portofolio dalam jangka panjang.
Salah satunya adalah melakukan revitalisasi Tangki Arun F-6004 untuk pemanfaatan Arun sebagai LNG Hub. Melalui revitalisasi tersebut, kilang LNG Arun nantiya akan menjadi LNG receiving and hub terminal berkelas dunia.
PGN juga tengah menyiapkan bisnis clean and renewable energy melalui proyek biomethane plant development. Upaya dekarbonisasi kelapa sawit tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah mewujudkan net zero emission (NZE) pada 2060 mendatang.
Untuk memenuhi pasokan dalam jangka panjang, PGN baru saja meneken Perjanjian Jual-Beli Gas (PJBG) dengan Medco E&P Grissik Ltd (MEPG) yang bersumber dari Blok Corridor, Sumatera Selatan. Melalui kontrak berjangka waktu lima tahun ini, PGN akan memperoleh volume sebesar ± 410 BBTUD sejak jelang akhir Desember 2023 dan selanjutnya volume yang dialirkan akan menyesuaikan kemampuan produksi dari Blok tersebut.
Pakar sekaligus praktisi migas Hadi Ismoyo mengamini, fluktuasi harga merupakan makanan sehari-hari di industri migas. Itu sebabnya, rencana mitigasi biasanya dilakukan melalui kontrak jangka panjang dan mengamankan dari dua sisi, yakni sumber gas dan pasar gas di sisi hilir. Untuk lebih aman, kadang dibuat sistem basket yang memungkinkan penjual memiliki kontrak dari berbagai sumber gas sehingga bisa melayani pembeli dengan lebih fleksibel.