Suara.com - PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa) sebagai penyedia infrastruktur sistem pembayaran elektronis terdepan di Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mendorong digitalisasi di sektor keuangan. Komitmen ini diwujudkan melalui gelaran Digital Economic Forum 2025 yang berlangsung di Jakarta.
Mengangkat tema "Digital Innovation in Finance for Rapid and Sustainable Economic Growth", forum yang dihadiri oleh ratusan pelaku industri sistem pembayaran ini membahas soal inovasi dan pengembangan digital yang perlu dilakukan oleh sektor keuangan untuk merealisasikan inklusi keuangan yang lebih luas.
Sektor keuangan yang inklusif dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih cepat dan berkelanjutan.
Seperti diketahui, digitalisasi dan transformasi teknologi kian masif di berbagai sektor, termasuk sektor keuangan. Kemajuan teknologi ini terlihat dari adanya perubahan pola transaksi keuangan masyarakat dari tunai ke transaksi digital.
Pada masa kini, masyarakat senantiasa mengandalkan platform keuangan digital untuk melakukan berbagai aktivitas keuangan, mulai dari transaksi, menabung, hingga berinvestasi. Masyarakat juga melakukan transaksi digital di hampir semua kesempatan dan tempat baik di ritel modern maupun pedagang kaki lima.
Didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal, nilai transaksi digital di Indonesia meningkat pesat. Bank Indonesia mencatat pembayaran digital pada 2024 mencapai 34,5 miliar transaksi atau tumbuh 36,1% secara tahunan (year on year/yoy).
Secara spesifik, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sistem pembayaran QRIS yang tumbuh 186% yoy menjadi 689,07 juta transaksi. Adapun jumlah pengguna QRIS hingga November 2024 telah mencapai 55,02 juta dan jumlah merchant mencapai 35,1 juta, yang mana sebagian besar adalah merchant UMKM.
Selain itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan pembayaran digital untuk tahun 2024 kita prediksikan untuk mencapai Rp2.491,68 triliun. Perkembangan tersebut terlihat jelas di sektor keuangan seiring makin banyaknya orang yang melakukan transaksi keuangan secara digital dalam kehidupan sehari-hari.
Kendati demikian, pesatnya pertumbuhan transaksi digital juga menyisakan beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, salah satunya inklusi keuangan. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43%, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.
Baca Juga: Wamenekraf Irene Umar: Edukasi Web3 Kunci Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia
Selain itu, masih ada jutaan masyarakat yang belum terjamah oleh lembaga keuangan formal seperti perbankan. Alhasil, masyarakat tersebut belum bisa memanfaatkan platform keuangan digital dalam kesehariannya.
Bank Dunia juga mencatat pada 2021 penduduk unbanked di Indonesia mencapai sekitar 97,7 juta orang dewasa atau 48% dari populasi. Artinya, masih dibutuhkan inovasi lembaga keuangan untuk menjangkau masyarakat melalui digitalisasi layanan.
Sebagai informasi, acara Digital Economic Forum ini dihadiri oleh beberapa narasumber. Di antaranya adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, President Director & CEO PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk Vikram Sinha.
Selain itu, ada juga Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dicky Kartikoyono, Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro dan Direktur Utama PT Artajasa Armand Hermawan.
Armand Hermawan menjelaskan perkembangan digitalisasi di industri sistem pembayaran yang semakin masif menjadi peluang bagi para pelaku sistem pembayaran (bank maupun non bank) untuk berinovasi guna peningkatan berbagai layanan sistem pembayaran digital.
Untuk itu, Artajasa sebagai pionir transaksi elektronis terdepan selama 25 tahun telah membangun solusi layanan sistem pembayaran yang terintegrasi, selaras dengan regulasi dan memberikan manfaat bagi ekosistem sistem pembayaran, pelanggan, mitra hingga masyarakat.