Suara.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti mengenai program makan bergizi gratis (MBG) yang diusung oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Adapun, selama lima bulan berlangsung program ini dinilai gagal.
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UKM INDEF, Izzudin Al Farras Adha, membeberkan alasan bahwa program MBG ini dinilai gagal dikarenakan banyaknya kasus keracunan makanan pada pelajar Indonesia. Tentunya ini harus segera dievaluasi oleh pemerintah.
"Yang mana ternyata sudah terjadi, soal keterbatasan anggaran, di mana Indonesia sedang menjajaki kerjasama dengan China misalnya, dan juga beberapa negara lainnya, bahkan keracunan makanan sudah terjadi kepada sejumlah anak-anak di berbagai daerah, di Tarakan, di Serabia, dan lain-lain. Jadi ini sebenarnya sudah patut dibilang gagal," kata Izzudin dalam diskusi virtual tahunan Indef, Rabu (28/5/2025).
Kata dia, dalam 5 bulan terakhir berjalannya MBG banyak yang berubah dari perencanaan.
Salah satunya mengenai perubahan target jumlah penerima hingga total anggaran yang terus bertambah. Hal ini tentunya bisa menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Apalagi, dalam APBN 2025 tertulis dengan jelas bahwa target penerima manfaat itu adalah sebesar 19 juta penerima manfaat dengan total anggaran Rp 71 triliun.
Ternyata per minggu ke-2 Januari atas permintaan Presiden Prabowo, diperluas penerima manfaatnya yang kemudian berimplikasi kepada kebutuhan anggarannya.
"Jadi baru 2 minggu berjalan, kalau nggak salah tanggal 12 Januari itu sudah ada perubahan. Jadi artinya ini perencanaan sangat tidak matang," bebernya.
Dia pun merinci rencana awal 2025 itu ditargetkan kepada 19,40 juta penerima manfaat dengan anggaran sebesar Rp 7,1 triliun dari APBN seluruhnya.
Baca Juga: Besok, Prabowo Ajak Presiden Macron ke Akmil Magelang: Pamer Prajurit Mahir Bahasa Prancis!
Namun, diperluas kepada seluruh penerima manfaat per akhir tahun 2025, yang mana tentu sudah dijelaskan juga sejak awal bahwa kalau penerima manfaat ini seluruh peserta didik begitu ditargetkan sebesar 82 juta penerima manfaat itu akan memakan anggaran sebesar Rp 400 triliun.
Anggaran ini tentunya bisa membebani APBN bahkan bisa terancam gagal bayar utang.
"Jadi hanya untuk satu program sudah memakan hampir 10 persen APBN kita, yang mana ini tentu sangat membahayakan kesinambungan fiskal kita, dimana kita masih banyak butuh membayar utang, tidak hanya pokoknya tapi juga bunganya yang jumlahnya sangat tinggi dalam tahun ini dan juga tahun depan, belum lagi program-program pemerintah lainnya," kata dia.
![Sejumlah penggerak SPPG bertugas membuat Makan Bergizi Gratis (MBG) di SPPG Tridadi, Sleman, Kamis (8/5/2025). [Hiskia/Suarajogja]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/08/94677-makan-bergizi-gratis-sleman.jpg)
"Sehingga perluasan penerima manfaat kepada seluruh penerima manfaat di tahun 2025 ini berimplikasi sangat berbahaya terhadap keseimbangan," Izzudin menambahkan.
Sementara itu, Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF Salsabila Azkia Farhani menyampaikan, bila melihat angka kemiskinan dalam satu dekade, angka kemiskinan Indonesia mudah mengalami peningkatan saat terjadi pandemi Covid-19.
“Pada 2020 kemarin, ternyata persentase jumlah kemiskinan meningkat signifikan. Artinya Indonesia gampang terguncang ketika ada guncangan eksternal,” tutur Salsabila