Penjual E-commerce Kena Pajak, Kemenkeu Minta Para Pelapak Tenang

Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:15 WIB
Penjual E-commerce Kena Pajak, Kemenkeu Minta Para Pelapak Tenang
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu RI, Febrio Nathan Kacaribu. Foto-Fadil, Suara.com

Suara.com - Kabar mengenai pengenaan pajak bagi penjual di e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia memicu kekhawatiran.

Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa langkah ini bukanlah pajak baru, melainkan penyesuaian administrasi perpajakan yang bertujuan untuk merapikan sistem.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu RI, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa pelibatan platform digital (e-commerce) sebagai pemungut pajak dari penjual di platform mereka merupakan bentuk kemitraan strategis.

"Itu adalah sebenarnya lebih kepada administrasi perpajakan. Bahwa kita meminta kemitraan dari platform untuk membantu kita menjadi pemungut. Dan selama ini sudah banyak platform yang sudah menjadi pemungut bagi pajak berbagai jenis pajak seperti Google, Netflix dan sebagainya itu sudah menjadi pemungut selama ini,” ujar Febrio dalam acara diskusi bertajuk "Stimulus Ekonomi Bisa Dongkrak Rakyat?" di Menteng, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).

Febrio menambahkan, Kemenkeu berharap e-commerce dapat menjadi mitra strategis dalam pemungutan pajak agar sistem administrasi perpajakan semakin rapi dan efisien. Yang terpenting, dia memastikan bahwa pengenaan pajak kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tetap berpedoman pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ini berarti, bagi UMKM dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta, aturan tidak dikenakan pajak sama sekali tetap berlaku. “(Di bawah) Rp500 juta kan tetap, seperti yang sudah ada di Undang-Undang HPP. Kami berikan semacam PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) bagi UMKM bahwa kalau omzetnya di bawah 500 juta ke bawah itu tidak ada pajak sama sekali,” paparnya. Ini memberikan jaminan bagi pelaku UMKM kecil untuk terus mengembangkan usahanya tanpa terbebani pajak.

Ketika ditanya mengenai potensi kenaikan penerimaan negara dari kebijakan ini, Febrio menjelaskan bahwa langkah ini adalah bagian dari reformasi administrasi perpajakan yang rutin dilakukan pemerintah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara keseluruhan.

“Ini bagian dari administrasi, jadi setiap tahun kami pasti akan melakukan perbaikan-perbaikan administrasi supaya meningkatkan kepatuhan pajak. Jadi ini adalah bagian dari administrasi dan tentunya reformasi ini akan menjadi bagian dari target penerimaan setiap tahunnya. Jadi kami lihat nanti evaluasi,” kata Febrio.

Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mendukung rencana pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 pedagang di niaga elektronik (e-commerce).

Baca Juga: 5 Rekomendasi Mobil Bekas Pajak Rp1 Jutaan: Pilihan Cerdas Tak Bikin Kantong Bolong

Menurutnya, kebijakan tersebut bukan penerapan baru, melainkan penyesuaian terhadap perkembangan model bisnis.

“Kami sebagai pelaku usaha mendukung langkah pemerintah dalam menerapkan kebijakan pengenaan PPh final 0,5 persen bagi pelaku usaha online,” kata Suryadi menukil Antara, Jumat (27/6/2025).

Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan PPh final 0,5 persen yang diatur dalam Pemerintah Nomor 55 tahun 2022, atau dikenal sebagai PPh final UMKM. Untuk rencana kebijakan mendatang, pungutan pajak bagi pedagang daring dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan pembayaran yang sederhana, yaitu dipungut oleh lokapasar (marketplace).

Di era digitalisasi dan implementasi sistem inti perpajakan (Coretax), lanjut dia, transparansi data akan makin meningkat dan pemerintah memiliki akses terhadap informasi pelaku usaha yang belum sepenuhnya patuh.

Dia pun mengingatkan pelaku usaha daring yang peredaran bruto usahanya di bawah Rp500 juta per tahun untuk tidak khawatir, karena tidak akan dikenakan PPh final ini.

“Oleh karena itu, kami mengajak para pelaku usaha online untuk mendukung penuh kebijakan ini. Mari kita bersama menciptakan iklim usaha yang adil, sehat, dan berkelanjutan. Kepatuhan bersama akan memperkuat fondasi ekonomi nasional yang inklusif menuju Indonesia Emas 2045,” tuturnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI