Suara.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membuka kembali lebih dari 28 juta rekening yang sebelumnya diblokir, menyusul aksi penertiban rekening dormant yang dinilai rawan disalahgunakan untuk kejahatan finansial.
Langkah ini menjadi perhatian besar karena menyangkut nasib jutaan nasabah dan keberlangsungan sistem keuangan nasional.
"Sejauh ini sudah 28 juta lebih rekening yang dibuka," kata Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, Kamis (31/7/2025).
Ia menegaskan, pembukaan kembali rekening tersebut telah melalui prosedur ketat dan terstandar yang ditentukan oleh PPATK.
Sebagai upaya transparansi dan perlindungan nasabah, PPATK menyediakan formulir khusus yang bisa diakses melalui tautan bit.ly/FormHensem bagi nasabah yang merasa keberatan atas pemblokiran rekeningnya.
Formulir ini mencakup sekitar 10 pertanyaan, mulai dari identitas nasabah, nomor rekening, hingga sumber dan tujuan dana.
"Intinya langkah yang dilakukan oleh PPATK itu untuk melindungi nasabah agar rekeningnya tidak digunakan untuk tindak pidana," tambah Natsir.
Meski begitu, pihak PPATK belum mengungkapkan secara pasti berapa banyak nasabah yang telah mengajukan keberatan dan berhasil melewati verifikasi.
PPATK pun enggan memberikan konfirmasi apakah seluruh rekening yang dibuka sudah dipastikan tidak terkait tindakan kriminal.
Langkah pemblokiran massal ini sebelumnya dilakukan terhadap rekening yang tergolong rekening dormant, yakni rekening yang tidak aktif dalam bertransaksi.
Menurut PPATK, rekening semacam ini rawan dipakai untuk praktik kriminal seperti jual beli rekening, transaksi narkotika, korupsi, peretasan, hingga penampungan dana dari tindak pidana.
Meski rekening diblokir, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana memastikan uang nasabah tetap aman dan tidak berkurang sedikit pun.
“Dana nasabah juga dipastikan 100 persen utuh dan bisa dipakai kembali selepas proses keberatan rampung,” tegas Ivan.
Ia mengatakan, PPATK telah meminta seluruh perbankan untuk mempercepat verifikasi dan pengkinian data nasabah sesuai aturan yang berlaku. Hal ini dianggap penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan serta melindungi masyarakat dari potensi kerugian akibat penyalahgunaan rekening.
Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi PPATK dalam memperkuat sistem deteksi dini terhadap tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.