Sekretaris Jenderal PSSI saat itu, Ratu Tisha, menegaskan bahwa federasi menghormati keputusan FIFA. Ia juga menyampaikan bahwa sepak bola seharusnya menjadi alat pemersatu, bukan pemicu konflik di tengah masyarakat.
“Kami berkomitmen untuk mengevaluasi seluruh proses dan memastikan kejadian seperti ini tidak terulang,” ujar Tisha.
Perlu Langkah Nyata: Literasi dan Edukasi Suporter
![Ilustrasi suporter Timnas Indonesia. [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/11/20276-suporter-timnas-indonesia.jpg)
. [Suara.com/Alfian Winanto]
Rangkaian sanksi dari FIFA seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh pemangku kepentingan sepak bola nasional.
PSSI dan klub-klub lokal perlu lebih serius dalam melakukan edukasi terhadap suporter mengenai pentingnya menjaga etika, sportivitas, dan sikap saling menghargai.
FIFA sendiri menekankan bahwa sepak bola harus menjadi ruang inklusif yang menjunjung tinggi nilai kesetaraan, tanpa adanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Arya Sinulingga juga mengakui bahwa langkah pembenahan harus segera dimulai.
“Kita harus mulai langkah-langkah literasi dan edukasi agar suporter lebih sadar, tertib, dan menghargai perbedaan,” jelas Arya.
Insiden-insiden ini memperlihatkan bahwa perilaku segelintir oknum suporter bisa berdampak besar pada reputasi dan masa depan sepak bola Indonesia.
Sanksi bukan hanya soal denda, tetapi juga menyangkut citra bangsa dan peluang besar yang bisa hilang di level internasional.
Baca Juga: Sanksi Berat Komdis PSSI ke Yuran Fernandes Mendunia, FIFPro Beri Tanggapan
Kontributor : Imadudin Robani Adam