Suara.com - Patrick Kluivert telah menuntaskan empat pertandingan awalnya sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia, dengan hasil yang layak menjadi bahan evaluasi serius jelang babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Debutnya bersama skuad Garuda dimulai dengan kekalahan pahit 1-5 dari Australia di Sydney.
Meskipun sempat mendapat peluang emas dari titik penalti lewat Kevin Diks, hanya Ole Romeny yang berhasil mencetak satu-satunya gol hiburan dalam laga tersebut.
Kekalahan ini langsung menyorot kemampuan bertahan tim serta efektivitas serangan yang belum terbentuk solid.
Empat hari berselang, Kluivert membawa angin segar ketika Indonesia berhasil menekuk Bahrain 1-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Ole Romeny kembali menjadi penyelamat lewat gol tunggalnya, mempertegas perannya sebagai andalan utama di lini depan.
Rotasi yang diterapkan pun menunjukkan progres, ketika nama-nama seperti Rizky Ridho dan Joey Pelupessy tampil sejak menit awal dan memberikan kestabilan tambahan.
Laga ketiga melawan China pada 5 Juni menjadi penentu krusial. Lewat kemenangan tipis 1-0—lagi-lagi berkat penalti Romeny—Indonesia berhasil mencetak sejarah dengan lolos ke ronde keempat kualifikasi.
Pencapaian ini menjadi tonggak penting bagi sepak bola nasional yang belum pernah melaju sejauh ini dalam format kualifikasi Piala Dunia.
Baca Juga: Jam Rolex untuk Pemain Timnas Indonesia Jadi Polemik, Menpora Pasang Badan
Namun ujian sesungguhnya datang pada pertandingan terakhir Grup C. Menghadapi Jepang di Suita City Football Stadium, skuad Garuda dibantai habis-habisan dengan skor 0-6.
Hasil ini membuka fakta bahwa masih ada jarak lebar antara Indonesia dan tim-tim papan atas Asia.
Dalam laga tersebut, Kluivert memilih pendekatan defensif dengan formasi 5-4-1. Sayangnya, strategi ini tidak berhasil membendung gempuran Jepang yang menguasai hingga 71% penguasaan bola.
Timnas Indonesia hanya mampu mencatatkan 268 operan dengan akurasi 75%, tertinggal jauh dari Jepang yang membuat 644 operan dengan akurasi 90%.
Tak satu pun tembakan Indonesia mengarah ke gawang. Serangan pun macet total.
Ole Romeny yang diplot sebagai penyerang tunggal benar-benar terisolasi karena minimnya suplai dari lini tengah dan sektor sayap.