Beberapa spekulasi mengarah ke Oxford United, klub Championship Inggris yang juga baru saja diperkuat dua pemain Timnas Indonesia lainnya, Marselino Ferdinan dan Ole Romeny.
Sempat muncul rumor bahwa Hubner akan bergabung dengan klub Liga 1 seperti Bali United.
Namun, pemain keturunan Belanda itu menepis kabar tersebut dan menegaskan bahwa ia masih berada di Belanda sambil melakukan latihan mandiri.
Ancaman pembunuhan terhadap pemain sendiri jelas mencoreng citra suporter Indonesia di mata dunia.
Media Vietnam bahkan menyebutnya sebagai aib yang mempermalukan sepak bola nasional.
Sorotan tajam ini muncul karena aktivitas Hubner di Bali saat libur, yang dianggap oleh sebagian pihak sebagai bentuk ketidakseriusan terhadap kariernya, apalagi di tengah statusnya sebagai pemain tanpa klub.
Selama masa libur, Hubner terlihat sering menghabiskan waktu bersama artis Jennifer Coppen dan mempromosikan merek parfumnya.
Aktivitas pribadi itu justru dijadikan dasar oleh oknum suporter untuk melontarkan kritik hingga ancaman.
Namun, yang perlu digarisbawahi, kritik tidak bisa dibenarkan jika berujung pada kekerasan verbal atau fisik.
Baca Juga: Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
Ancaman pembunuhan, terlebih melalui media sosial, bisa dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain Hubner, media Vietnam juga mencatat bahwa ada sejumlah pemain naturalisasi Indonesia lain yang saat ini berstatus tanpa klub, seperti Jordi Amat, Thom Haye, Rafael Struick, Shayne Pattynama, dan Nathan Tjoe-A-On.
Situasi ini menambah keresahan di tengah persiapan Timnas menghadapi putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Wajar jika penggemar menginginkan para pemain bintangnya segera mendapatkan klub baru demi menjaga performa.
Namun, tekanan berlebihan—apalagi dengan ancaman pembunuhan—tidak hanya merusak moral pemain, tetapi juga merusak wajah sepak bola Indonesia di mata internasional.