Suara.com - Kepindahan Kevin Diks ke klub Bundesliga, Borussia Monchengladbach, bukan hanya menjadi lompatan karier besar bagi sang pemain berdarah Indonesia.
Pemilihan nomor punggungnya, nomor 4, ternyata memikul sebuah beban sejarah yang luar biasa berat dan penuh dualisme, antara warisan legenda tak tersentuh dan kutukan bagi para penerus.
Bagi para suporter fanatik Die Fohlen (Si Anak Kuda), nomor 4 bukanlah sekadar angka. Itu adalah simbol dari kegigihan, kepemimpinan, dan tembok pertahanan yang kokoh.
![Kevin Diks Berada di Situasi Tak Enak, CEO Gladbach Kasih Peringatan [Instagram Kevin Diks]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/12/74808-kevin-diks.jpg)
Kini, nomor keramat itu diserahkan kepada Diks, sebuah pertanda kepercayaan besar dari klub, sekaligus sebuah tantangan untuk mengembalikan kehormatan yang sedikit memudar dalam beberapa tahun terakhir.
Era Emas Berti Vogts dan Patrik Andersson
Untuk memahami betapa sakralnya nomor ini, kita harus kembali ke masa keemasan Gladbach.
Menurut arsip dan laporan Kicker, nomor 4 identik dengan satu nama, Hans-Hubert "Berti" Vogts.
Berti Vogts adalah perwujudan sejati dari DNA Gladbach.
Ia adalah seorang one-club man, menghabiskan seluruh kariernya di Borussia-Park.
Baca Juga: Breaking News! Kevin Diks Menghilang dari Sesi Latihan Gladbach, Ada Apa?
Dengan julukan "Der Terrier" karena gaya bermainnya yang tanpa kompromi dan tak kenal lelah dalam mengawal lawan.
Vogts adalah jantung pertahanan tim yang memenangkan lima gelar Bundesliga, satu DFB-Pokal, dan dua Piala UEFA.
Puncaknya, ia adalah bagian dari skuad Jerman Barat yang menjuarai Piala Dunia 1974.
Setelah era Vogts, nomor 4 kembali menemukan pemilik yang layak pada diri bek tangguh asal Swedia, Patrik Andersson.
Sebelum meraih kejayaan Liga Champions bersama Bayern Munich, Andersson adalah pilar dan kapten yang sangat dihormati di Gladbach.
Ia memimpin tim meraih gelar DFB-Pokal pada tahun 1995, trofi mayor terakhir klub hingga saat ini.
Andersson mewarisi nomor 4 dengan kepemimpinan dan ketenangan yang luar biasa, menjaga martabat nomor tersebut.
Kutukan Era Modern? Saat Nomor 4 Gagal Bersinar
Ironisnya, setelah era keemasan tersebut, nomor 4 seolah sulit menemukan tuan yang tepat.
Beberapa pemain datang dengan ekspektasi tinggi namun gagal total, menciptakan narasi 'kutukan' di kalangan suporter.
Laporan dari media lokal seperti Rheinische Post sering menyoroti kisah-kisah ini.
Mamadou Doucouré (2016-2024)
Mungkin kisah paling tragis. Didatangkan dari PSG sebagai salah satu talenta bertahan paling menjanjikan di Eropa, Doucouré justru mengalami mimpi buruk.
Kariernya di Gladbach hancur oleh serangkaian cedera parah yang tak berkesudahan.
Selama 8 tahun, ia hanya mencatatkan dua penampilan di tim utama.
Nomor 4 di punggungnya lebih sering terlihat di ruang perawatan daripada di lapangan.
Timothée Kolodziejczak (2017)
Direkrut setelah memenangkan Liga Europa bersama Sevilla, bek asal Prancis ini diharapkan menjadi pilar baru.
Namun, ia gagal total beradaptasi dengan Bundesliga. Hanya bertahan setengah musim dengan dua penampilan liga, ia kemudian dijual dengan kerugian besar.
Ia menjadi simbol kegagalan transfer yang menyakitkan bagi klub.
Harapan Baru di Pundak Kevin Diks
Kini, tongkat estafet nomor 4 itu diberikan kepada Kevin Diks.
Klub jelas melihat sesuatu dalam dirinya, kombinasi antara kekuatan fisik, fleksibilitas posisi (bisa bermain sebagai bek tengah dan kanan), serta kemampuan olah bola yang mumpuni.
Ini bukan sekadar pemberian nomor yang tersisa, melainkan sebuah penunjukan yang disengaja.
Gladbach berharap Diks tidak hanya menjadi tembok kokoh di lini belakang, tetapi juga mampu mematahkan 'kutukan' dan mengembalikan nomor 4 ke tempat semestinya sebagai simbol keandalan dan kebanggaan.