Apalagi jika ditambahkan dengan pengeluaran untuk akomodasi, konsumsi, transportasi, dan belanja lainnya. Isnanta bahkan memaparkan simulasi yang cukup mencolok.
"Jika dihitung kasar, dibuat satu tim mengeluarkan Rp25 juta per kompetisi. Dan ada sekitar 5.000 tim kelompok umur yang ikut, maka bisa dilihat Rp125 miliar berputar karena kompetisi kelompok umur tersebut. Saya yakin, jumlah itu bisa lebih besar, karena ada ratusan kompetisi kelompok umur yang digelar di Indonesia," bebernya.
Dukungan juga datang dari para pelaku kompetisi. Jalu, salah satu pengelola Liga Anak Indonesia, menyebut bahwa hanya dari proses registrasi tingkat regional hingga nasional, bisa memutar dana hingga Rp2 miliar.
Angka itu belum termasuk pendapatan dari UMKM, tiket penonton, dan sektor pendukung lainnya.
"Hitungan itu belum termasuk hotel, transportasi, dan juga konsumsi peserta, tidak salah jika dilihat bahwa potensi industri olahraga di sepak bola kelompok umur ini sangat besar," tuturnya.
Hal serupa juga terlihat dalam gelaran Piala Soeratin Jawa Timur 2025. Sekretaris Jenderal PSSI Jatim, Djoko Tetuko, menyebutkan bahwa turnamen tersebut bukan hanya ajang mencari bibit muda berbakat, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
Menurut Djoko, biaya operasional penyelenggaraan untuk tiga kelompok usia mencapai Rp3,5 miliar.
Ketika digabung dengan pengeluaran tim dan penonton, total perputaran uang ditaksir mencapai lebih dari Rp10 miliar.
Fenomena serupa juga tercermin dari Indonesia Grassroot Championship Cup 2025 yang digelar di Surakarta.
Baca Juga: Makin Luas Jaring Talenta Sepak Bola Putri, MLSC Tahun Ini Hadir di 10 Kota
Acara tersebut menarik sekitar 2.500 peserta dan pendukung, dengan estimasi nilai ekonomi yang berputar mencapai Rp15 miliar hanya dalam dua hari pelaksanaan.