Suara.com - Minggu, 17 Agustus 2025, Old Trafford menjadi saksi duel panas pembuka Premier League 2025/2026 antara Manchester United dan Arsenal.
Laga yang diwarnai rivalitas klasik ini berakhir dengan kemenangan tipis Arsenal 1-0, berkat gol Riccardo Calafiori di menit ke-13.
Namun, di balik sorotan kemenangan The Gunners, sorot lampu juga tertuju pada dua pemain yang dianggap sebagai titik lemah masing-masing tim, Altay Bayindir dari Manchester United dan Viktor Gyokeres dari Arsenal.
Apa yang membuat mereka menjadi pemain terburuk di laga ini?
Altay Bayindir: Kiper yang Tersandung
Kiper Manchester United, Altay Bayindir, menjadi sorotan utama setelah kesalahan fatalnya membuka jalan bagi gol kemenangan Arsenal.
Tendangan sudut Declan Rice yang seharusnya bisa diantisipasi berubah menjadi malapetaka ketika Bayindir, yang menggantikan Andre Onana yang diragukan tampil, tampak ragu-ragu.
Ia gagal meninju bola dengan tegas, membiarkan bola jatuh tepat di kepala Calafiori, yang dengan mudah menanduknya ke gawang kosong.
Legenda Arsenal, Ian Wright, tak segan mengkritiknya tajam.
“Bayindir sama sekali tidak cukup baik. Masalah kiper United bukan hal baru, dan ini terulang lagi,” ujar Wright kepada Premier League Productions.
Baca Juga: Dibeli Rp1,3 Triliun, Mikel Arteta Bela Viktor Gyokeres yang '0 Shot' Lawan Man United
Penampilan Bayindir memang mengecewakan. Selain kesalahan di gol Arsenal, ia terlihat tidak percaya diri dalam mengantisipasi bola-bola udara, membuat lini belakang United panik.
Padahal, United memiliki trio penyerang baru—Benjamin Sesko, Matheus Cunha, dan Bryan Mbeumo—yang tampil menjanjikan.
“Ini cara yang buruk untuk kalah,” tambah Wright, menyoroti betapa fatalnya kesalahan kiper dalam laga seketat ini.
Viktor Gyokeres: Debut yang Tak Bersinar
Di kubu Arsenal, Viktor Gyokeres, striker anyar yang diboyong dengan ekspektasi tinggi, justru tampil di bawah harapan.
Meski Arsenal menang, Gyokeres gagal mencatatkan satu pun tembakan dalam debut kompetitifnya di Old Trafford.
Padahal, ia diharapkan menjadi ujung tombak yang memanfaatkan kreativitas Bukayo Saka dan Gabriel Martinelli.