Gol Salto Ramang di Kualifikasi Piala Dunia: Sejarah yang Dihapus Politik

Galih Prasetyo Suara.Com
Rabu, 20 Agustus 2025 | 08:00 WIB
Gol Salto Ramang di Kualifikasi Piala Dunia: Sejarah yang Dihapus Politik
ilustrasi Ramang [chatgpt]

Suara.com - Di tanah Makassar, nama Andi Ramang bukan sekadar legenda sepak bola, melainkan mitos yang diceritakan lintas generasi.

Ia adalah simbol harapan, bukti bahwa seorang anak kampung dari keluarga sederhana bisa menjelma jadi mimpi buruk bagi tim-tim raksasa dunia.

Namun kisahnya juga penuh ironi: dari kejayaan di lapangan hijau hingga kesepian di penghujung hidup.

Awal dari Barru: Anak Rakyat, Bola Rotan, dan Salto

Ramang lahir di Barru, Sulawesi Selatan, pada 24 April 1924. Ia berasal dari keluarga sederhana.

Ayahnya, Djonjo Daeng Nyo’lo, adalah ajudan kerajaan Barru sekaligus ahli sepak raga.

Tak heran, sejak kecil Ramang sudah terbiasa bermain bola dari rotan, kain, hingga jeruk.

Dari permainan tradisional itu, ia melatih kemampuan akrobatik. Salto bukan sekadar gaya, melainkan refleks alami.

Masa mudanya keras. Ia mencari nafkah sebagai penjual ikan yang mengayuh sepeda puluhan kilometer, menjadi kernet truk, tukang becak, hingga pekerja serabutan.

Baca Juga: Kata-kata Ragnar Oratmangoen Siap Gantikan Ole Romeny di Timnas Indonesia

Dunia sepak bola baru menyapanya ketika ia merantau ke Makassar.

Bergabung dengan Makassar Voetbal Bond (MVB), cikal bakal PSM Makassar, pada 1947, Ramang segera dikenal sebagai penyerang dengan naluri gol luar biasa.

Kolase foto pemain legendaris Timnas Indonesia dan PSM Makassar, Andi Ramang dan patung sang pemain. [IG: redgankdbugis]
Kolase foto pemain legendaris Timnas Indonesia dan PSM Makassar, Andi Ramang dan patung sang pemain. [IG: redgankdbugis]

Kilau di Tur Asia 1953

Indonesia baru saja merdeka, dan sepak bola menjadi ajang diplomasi bangsa muda ini. Tahun 1953, timnas melakukan tur ke Filipina, Hong Kong, dan Thailand.

Dari total 25 gol Indonesia, 19 di antaranya dicetak Ramang.

Angka ini terdengar mustahil, tetapi catatan arsip Perserikatan saat itu jelas mencatat namanya sebagai mesin gol.

Ia bukan sekadar striker. Ramang bermain dengan insting predator.

Ia cepat, kuat, dan berani melakukan salto di segala situasi.

Penonton Asia terpana. Surat kabar setempat menulis tentang “penyerang liar dari Indonesia” yang tak bisa dihentikan bek mana pun.

Olimpiade Melbourne 1956: Nyaris Menaklukkan Yashin

Panggung terbesar datang di Olimpiade Melbourne 1956. Indonesia bertemu Uni Soviet di perempat final—tim kuat yang kemudian menjadi juara.

Di bawah mistar Soviet berdiri Lev Yashin, kiper legendaris yang kelak dijuluki “The Black Spider” dan dianggap sebagai penjaga gawang terbaik sepanjang masa.

Pertandingan berlangsung ketat. Indonesia bertahan dengan disiplin, sesekali menyerang lewat kecepatan Ramang.

Lalu datang momen ikonik, Ramang berhasil lepas dari kawalan, bersiap melepas tembakan keras ke arah gawang Yashin. Stadion terdiam.

Namun tiba-tiba kausnya ditarik bek Soviet dari belakang. Ramang terjatuh, peluang sirna. Wasit tak memberi pelanggaran.

Skor berakhir 0-0. Soviet akhirnya menang 4-0 pada laga ulang, tetapi sejarah sudah tercipta, Indonesia menjadi satu-satunya tim Asia Tenggara yang menahan imbang Soviet di Olimpiade.

Dan Ramang, si tukang becak dari Barru, hampir mempermalukan Lev Yashin.

Gol Salto di Kualifikasi Piala Dunia 1958

Dua tahun kemudian, Indonesia mengikuti kualifikasi Piala Dunia 1958. Lawan pertama, China.

Dalam pertandingan itu, Ramang mencetak gol salto spektakuler.

Indonesia menang 2-0, peluang ke Piala Dunia terbuka. Namun jalan terhenti bukan karena kalah di lapangan, melainkan karena politik.

Indonesia menolak bertanding melawan Israel. FIFA memberi kemenangan WO kepada lawan. Mimpi tampil di Piala Dunia pun pupus.

Seandainya keputusan berbeda, mungkin nama Ramang akan tercatat di panggung dunia bersama para legenda lain.

Tuduhan Suap dan Jatuhnya Sang Bintang

Sayangnya, perjalanan emas itu berhenti mendadak.

Tahun 1961, Ramang dituduh terlibat pengaturan skor. Ia membantah keras, tetapi larangan bermain tetap dijatuhkan.

Dari bintang nasional, ia terhempas dalam kontroversi yang tak pernah terbukti jelas.

Setelah itu, ia beralih menjadi pelatih di berbagai klub daerah.

Namun jalannya terbatas: pendidikan formalnya hanya sampai sekolah dasar, membuatnya tak pernah bisa mendapat lisensi resmi.

Ramang akhirnya menghabiskan hidupnya dalam bayang-bayang kejayaan masa lalu.

Hari Tua yang Tragis

Kontras dengan ketenarannya di lapangan, kehidupan pribadi Ramang jauh dari kemewahan.

Ia meninggal pada 26 September 1987 akibat pneumonia di Ujung Pandang, dalam kondisi ekonomi sulit.

Tidak ada sorotan kamera, tidak ada penghormatan besar dari negara. Seorang legenda dunia pergi dalam sunyi.

Namun, sejarah tidak bisa menghapusnya. Pada 2012, FIFA memberi penghormatan khusus pada peringatan 25 tahun wafatnya Ramang. Dunia diingatkan bahwa Indonesia pernah punya striker dengan reputasi menakutkan.

Kondisi Stadion Mattoanging Kota Makassar usai dibongkar Pemprov Sulsel / [Foto Instagram paulustandibone]
Kondisi Stadion Mattoanging Kota Makassar usai dibongkar Pemprov Sulsel / [Foto Instagram paulustandibone]

Warisan yang Abadi

Hari ini, nama Ramang masih bergema di Makassar.

Stadion Mattoanging pernah disebut-sebut akan diberi nama Stadion Ramang. Patungnya pernah berdiri di Lapangan Karebosi, meski kini dipindahkan.

Lebih dari sekadar pencetak gol, Ramang adalah simbol keberanian.

Ia membuktikan bahwa legenda tidak harus lahir di Eropa atau Amerika Latin.

Seorang tukang becak dari Barru bisa berdiri sejajar dengan Lev Yashin di panggung Olimpiade.

Bagi generasi muda, kisah Ramang adalah pengingat bahwa sepak bola Indonesia pernah punya nama besar yang diakui dunia.

Ia mungkin tidak pernah tampil di Piala Dunia, tetapi warisannya abadi: seorang anak rakyat yang menembus batas, dan menjadi mitos yang tak akan pernah padam.

Timeline Kehidupan dan Karier Ramang

1924

Lahir di Barru, Sulawesi Selatan (24 April).

Anak seorang ajudan kerajaan Barru, tumbuh dalam keluarga sederhana.

1930-an

Kecil sudah terbiasa main bola rotan, bola kain, hingga jeruk.

Mengasah teknik salto dan akrobat dari permainan sepak raga.

1940-an

Bekerja keras: penjual ikan, kernet truk, tukang becak.

Mulai dikenal di Makassar lewat permainan bersama klub lokal.

1947

Bergabung dengan Makassar Voetbal Bond (MVB), cikal bakal PSM Makassar.

Jadi idola baru masyarakat Sulawesi.

1953

Membela Timnas Indonesia dalam tur Asia (Filipina, Hong Kong, Thailand).

Cetak 19 gol dari total 25 gol Indonesia sepanjang tur.

1956

Tampil di Olimpiade Melbourne.

Indonesia tahan imbang Uni Soviet 0-0.

Ramang nyaris bobol gawang Lev Yashin, namun ditarik bek Soviet dari belakang.

1958

Kualifikasi Piala Dunia.

Cetak gol salto indah ke gawang China.

Indonesia batal ke Piala Dunia karena menolak melawan Israel.

1961

Terjerat tuduhan pengaturan skor.

Dilarang tampil, karier timnas terhenti.

Beralih menjadi pelatih di berbagai klub daerah.

1970-an–1980-an

Hidup dalam kesederhanaan, jauh dari sorotan.

Masih dikenang masyarakat Makassar sebagai ikon lapangan Karebosi.

1987

Wafat di Ujung Pandang (26 September) akibat pneumonia.

Meninggalkan duka, namun juga legenda.

2012

FIFA memberi penghormatan pada peringatan 25 tahun wafatnya.

Dunia kembali diingatkan pada legenda Indonesia yang hampir menjebol gawang Yashin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI