- Ruben Amorim mencatatkan persentase kemenangan terburuk sepanjang sejarah Premier League untuk Manchester United.
- Dalam 33 laga liga, United hanya meraih 34 poin, dengan lebih banyak kebobolan daripada mencetak gol.
- Meski manajemen belum menemukan pengganti, kesabaran publik mulai habis dan laga kontra Sunderland bisa jadi penentuan.
Suara.com - Manchester United semakin terpuruk di bawah asuhan Ruben Amorim. Manajer asal Portugal itu kini dipaksa menghadapi kenyataan pahit: angka-angka tak bisa berbohong, dan semua menunjukkan kegagalan.
Formula sederhana dalam sepak bola seharusnya mudah: lebih banyak menang daripada kalah, lebih produktif mencetak gol daripada kebobolan, serta membuat keputusan tepat di momen krusial.
Namun, Amorim justru gagal memenuhi semua syarat itu. Skema 3-4-3 andalannya dianggap jadi biang masalah, alih-alih solusi bagi tim yang sedang kehilangan arah.
Meski pihak klub menegaskan Amorim masih mendapat dukungan penuh, hasil di lapangan berbicara lain.
![Rapor Pemain Manchester United vs Chelsea: Fernandes Cemerlang, Casemiro Bikin Drama [Tangkap layar X]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/21/49645-manchester-united-vs-chelsea.jpg)
Sabtu lalu, kekalahan 1-3 dari Brentford menambah catatan kelam: 17 kekalahan dalam 33 laga Premier League dengan hanya 34 poin terkumpul.
Rata-rata 1,03 poin per laga membuatnya mencatatkan rekor manajer terburuk United di era Premier League, sebagaimana ESPN.
Perbandingan dengan para pendahulunya jelas mengkhawatirkan. David Moyes, yang didepak setelah 10 bulan, masih sempat menorehkan win rate 50%.
Bahkan Ralf Rangnick, yang hanya berstatus interim, punya catatan kemenangan 41,6%.
Sementara Amorim? Hanya 27,3%. Angka itu bahkan lebih rendah dari Graham Potter yang baru saja dipecat West Ham.
Baca Juga: Tegas! Ruben Amorim Tak Takut Dipecat Manchester United
Di 49 laga semua kompetisi, United di bawah Amorim sudah kalah 21 kali dan hanya menang 19 kali.
Gol yang dicetak (95) sama banyaknya dengan jumlah kebobolan (95).
Belum lagi catatan buruk lain: tak pernah menang dua kali beruntun di liga, tak pernah menang tandang sejak Maret lalu, dan yang paling memalukan, tersingkir dari Carabao Cup oleh tim kasta keempat, Grimsby Town.
Di balik pintu rapat direksi, CEO Omar Berrada dan direktur sepak bola Jason Wilcox kini dipaksa mencari alasan untuk tetap mempertahankan Amorim.
Sumber internal menyebut, minimnya kandidat pengganti yang tersedia jadi faktor utama.
Nama-nama seperti Xavi, Gareth Southgate, Oliver Glasner, Fabian Hurzeler, hingga Andoni Iraola memang muncul di media, tapi belum ada yang benar-benar konkret.
Amorim sendiri bisa berkilah bahwa situasi di Old Trafford memang tak ideal.
Gelombang PHK besar-besaran di klub telah memengaruhi suasana internal.
Ia juga bukan sosok di balik perekrutan pemain yang dianggap gagal, seperti Joshua Zirkzee dan Manuel Ugarte, atau keputusan melepas Scott McTominay dengan harga miring ke Napoli.
Di sisi lain, Amorim sempat menginginkan kiper berpengalaman untuk menggantikan André Onana, tapi United justru mendatangkan Senne Lammens dari Royal Antwerp yang minim pengalaman.
Kebutuhan akan gelandang tangguh juga tak dipenuhi, bahkan pilihan di lini tengah makin menipis setelah Toby Collyer dipinjamkan ke West Brom.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri United tetap menggelontorkan dana lebih dari £200 juta musim panas ini untuk mendatangkan Bryan Mbeumo, Matheus Cunha, dan Benjamin Sesko. Hasilnya tetap nihil.
Amorim kini bersiap menjalani laga ke-50 bersama United melawan Sunderland.
Namun, jika tren buruk berlanjut, akhir pekan ini bisa jadi penampilan terakhirnya di Old Trafford. Angka sudah bicara, dan semuanya melawan dirinya.